Hafsah adalah anak yang lahir dan besar di tengah peperangan. Hafsah adalah bocah Palestina yang lahir ketika penjajahan atas negaranya diabaikan oleh dunia. Pemahamanya tentang hidup, jauh lebih murni dibanding orang tua yang hidup tanpa takut akan mati besok.
Dalam suasana mencekam itu, orang tuanya hadir membawa penghiburan lewat cerita-cerita tarikh jaman sahabat. Membuat Hafsah mencintai buku, mencintai ilmu, dan memiliki pemahaman yang luas melebihi anak seusianya.
Ibunya pernah berkata padanya bahwa, perempuan di keluarga mereka tidak dibesarkan untuk meratapi kematian. Perempuan di keluarga mereka mewarisi darah mujahid pembebas Al-Aqsa dan ketekunan Salahuddin. Maka, Hafsah tumbuh dengan prinsip bahwa dia telah lama diwakafkan untuk li ilai kalimatillah dan syahid dalam jihad adalah tujuan akhirnya.
•••
Cerita ini murni fiksi dari penulis. Tapi kisah heroik mujahidin Palestina, kesabaran rakyat Palestina utamanya di jalur Gaza, dan kengerian genosida yang terjadi di sana sungguh-sungguh terjadi. Yang kita lihat, yang kita bayangkan, apalagi yang penulis berusaha gambarkan di sini, tidak mencapai 1% dari apa yang dirasakan langsung oleh orang-orang hebat itu.
Ini bukan perang, sama sekali bukan. Ketika korban adalah anak-anak yang bahkan belum sempat bermimpi hendak menjadi apa, ketika korbannya adalah perempuan-perempuan yang belum sempat meributkan pilihan hendak berkarir atau sekedar menjadi ibu rumah tangga, pun ketika korbannya adalah lansia-orang-orang tua-yang tidak sempat memikirkan ingin menghabiskan masa tua seperti apa. Ini adalah genosida era modern yang diprakasai negara yang katanya menjunjung tinggi kemanusiaan.
Terhitung sejak ini di tulis, korban telah mencapai 20 ribuan lebih. Terus suarakan ini. Jika lelah, ambil jeda sehari dua hari. Tidak masalah. Karena kita manusia juga dapat merasa jenuh. Tapi setelahnya suarakan lebih keras bahwa dari Sungai Yordan hingga Laut Meditarania, Palestina akan merdeka.