"Home Sweet Home" bukanlah istilah kata yang cocok untuk Kasih, karena ia merasa bahwa panti asuhan adalah tempatnya.
Kasih memang tinggal di panti sejak bayi, bahkan saat masih berusia 2 hari. Panti asuhan seharusnya menjadi tempat untuk para yatim-piatu, tetapi tanpa diketahui, Kasih ternyata masih memiliki seorang ayah.
Saat mendapat pernyataan bahwa ayahnya masih hidup, Kasih tidak tahu harus bahagia atau justru sebaliknya. Kasih sangat senang, tapi bagaimana kalau ternyata ayahnya membuang Kasih ke panti hanya karena tak sudi memiliki anak seperti Kasih?
Seiring berjalannya waktu, semakin banyak informasi yang terkuak, justru membuat Kasih semakin terpuruk. Sejak saat itu, perlahan kebahagiaan Kasih terenggut satu per satu. Ia tidak tahu apakah jalan ceritanya akan berakhir bahagia, atau berakhir semakin menyakitkan.
Selamat menyelami, kisah Kasih di panti.
*Jika ada persamaan nama tokoh, tempat, atau alur yang mirip, itu hanya kebetulan. So, please don't be judgemental. I never plagiarize other people's work. Hope you'll be wiser in thinking.*
TOP 5 RANK🏅
#1 Religious
#1 Orphanage
#1 Orphans
#2 Anak Yatim
#4 Elina
#5 Chandra
Setiap pagi dimulai dengan nada yang sama.
Nada yang tidak asing, tapi juga tak pernah benar-benar diingat.
Seperti dengung lembut yang tumbuh dari dinding,
atau bisikan yang terlalu sopan untuk membangunkan siapa pun.
Anak-anak terbangun perlahan.
Mereka tahu kapan harus duduk, kapan harus tersenyum,
dan kapan harus mengatakan "terima kasih" pada sesuatu
yang tidak pernah mereka lihat.
Langit tak pernah berubah.
Lantai tak pernah berdebu.
Hari-hari disusun rapi seperti barisan seprai yang terlipat.
Tidak ada yang jatuh. Tidak ada yang hilang.
Kecuali... sesuatu yang tidak pernah disebut.
Di antara semua yang seragam,
ada satu yang tidak persis cocok.
Seorang anak perempuan yang terlalu tenang,
terlalu sering diam di tengah keramaian,
dan matanya-selalu mencari sesuatu
yang tidak terlihat orang lain.
Serene.
Ia menulis hal-hal kecil di balik kertas tugas.
Hal-hal yang tidak pernah diajarkan,
dan tidak boleh ditanyakan.
Ia mencatat kapan musik terasa sedikit lebih sendu,
kapan suara langkah di lorong tidak cocok dengan jumlah kaki.
Orang bilang Serene hanya anak yang suka berpikir.
Anak yang tidak pernah nakal, tidak pernah melawan.
Tapi mereka tidak tahu...
diam itu kadang bukan berarti lupa,
melainkan mengingat terlalu banyak.
Dan pagi-pagi di tempat ini,
yang seharusnya hangat dan tenang,
perlahan mulai terdengar berbeda-
bukan karena ada suara baru,
tapi karena seseorang mulai benar-benar mendengarkan.
[Update setiap Malam]
《DISCLAIMER》
[DON'T COPY PASTE MY STORY!!]
*Aku butuh sebuah 🌟 agar mereka yang tak terlihat tidak mendekat *
Start = 14 mei 2025
Finish =