Mabel menikmati pekerjaannya sebagai seorang desainer interior. Di usianya yang menginjak 33 tahun, Mabel juga ingin menikah dan punya anak seperti teman-temannya! Tapi Mabel tidak punya pacar yang bisa diajak menikah. Siapa sangka ibunya terlibat skandal, dikatakan bahwa Mabel adalah anak angkat dan Mabel sendiri sebenarnya mandul karena belum menikah. Untuk membantah isu tersebut, Mabel harus segera menikah dan hamil, daripada ibunya memaksa Mabel menikah dengan laki-laki yang ayahnya berasal dari partai politik lawan, dan jika mereka menikah, koalisi ibunya akan berjalan lebih kuat. Mabel terpaksa menurut, demi menjadi anak yang diakui ibunya.
Baskara anak satu-satunya dan ayahnya sudah sakit-sakitan. Dokter bilang, tinggal menghitung hari hingga ajal menjemput. Tentunya sang ayah ingin momong cucu sebelum meninggal. Tapi di usianya yang masih 26, Baskara masih ingin bersenang-senang. Bekerja, bersenang-senang, tanpa tanggung jawab mengurusi keluarga. Bas sadar, bahwa hanya ini kesempatan terakhir untuk dia memenuhi satu saja permintaan orang tuanya.
Mabel dan Baskara bertemu, terlibat cinta satu malam, saling bercerita keinginannya, lalu memutuskan untuk menikah dan memiliki anak, demi memenuhi tujuan, walau mereka tak saling cinta. Yang penting, Mabel bisa mendapat pengakuan ibunya, dan Baskara bisa membahagiakan orang tuanya.
Tapi, apa iya berhenti sampai di situ?
Apa jadinya jika dua orang yang sama-sama pernah mengalami patah hati sepakat menjadi pasangan suami istri karena merasa tidak akan pernah bisa jatuh cinta lagi?
Gila?
Tidak juga.
Sebab keduanya telah sepakat untuk menjalani pernikahan layaknya pasangan normal meski tidak akan pernah ada cinta di dalamnya.
Namun bagaimana jadinya jika salah satu diantara mereka akhirnya mengakui kalah dan memutuskan untuk mengakhiri ikatan yang ada?
Lantas, benarkah cinta itu tidak ada sejak awal, atau justru mereka hanya tidak menyadarinya saja?
***