Bagaimana bisa aku anggap adil jika engkau (selalu) disini ketika engkau (sebenarnya) tak disini. Aku pikir sudah menjadi hakku untuk melampiaskan kekecewaan ini. Bahkan sudah aku siapkan racauan dan umpatan kalau-kalau kita bertemu lagi. Namun kala itu aku tersadar. Kalut yang membelenggu tiap kali hujan turun ialah penyesalan atas atas hal-hal yang entah bagaimana pergi tanpa aba-aba, hilang tanpa meninggalkan kata, dan berlalu tanpa membuatku lupa. Sebab bukan engkau yang aku pikir dengan kejamnya telah meninggalkanku, tetapi aku yang begitu bodoh membiarkanmu pergi. Maka, Rain, jika engkau sudi bertemu denganku (lagi), dengarkan permintaan maafku dan beri aku kesempatan untuk mendengarmu mengungkapkan kekecewaan atau kemarahanmu. Lalu kita, aku dan kamu, melanjutkan hidup masing-masing tanpa saling berseteru, jika perlu. Setidaknya kita selesaikan yang memang harus diselesaikan. Benar, aku egois. Selalu mencari cara dan memastikan agar diriku sendiri bisa baik-baik saja. Tapi, Rain, jika engkau menghilang begitu saja, bukankah engkau juga sebenarnya tidak baik-baik saja?