SAGARA | Lee Haechan (END)
  • Reads 1,126
  • Votes 436
  • Parts 8
  • Reads 1,126
  • Votes 436
  • Parts 8
Complete, First published Jan 16, 2024
Dengan Lo hidup di dunia, Lo ada diantara kesulitan-kesulitan itu. Capek. Tapi, mati juga bukan jalan yang mudah. Gak perlu muluk-muluk gua cuma mau jalani hidup semestinya, ngalir gitu aja. Wajar kan?

Tak ada kebahagiaan tanpa kesedihan, pun sebaliknya. Teruslah jadi dirimu sendiri, meskipun itu berat. Sejauh mana dunia mengubahmu? Sejauh mana pula kamu mampu bertahan? 

.
.
.
.


Tertanda,
Asri Wulan, rn!
All Rights Reserved
Sign up to add SAGARA | Lee Haechan (END) to your library and receive updates
or
#655mentalhealth
Content Guidelines
You may also like
You may also like
Slide 1 of 10
Air Mata Di Pintu November (TERBIT) ✓ cover
Favorite Duda (END) cover
Our Home [END] ✓ cover
Gevan (BL) cover
Untuk Cahya[END]✔️ cover
Welcome To ||DAWANGSA FAMILY|| [ slow update ] cover
Selingkuh cover
Tongkrongan Barudak Bandung cover
KAKAK -NCT DREAM- [✔] cover
Jeunes || 7Dream  cover

Air Mata Di Pintu November (TERBIT) ✓

15 parts Complete

Novel bisa dibeli di Shopee Jaehana_Store BAGIAN KEDUA SAPTA HARSA VERSI NOVEL || KLANDESTIN UNIVERSE "Kenapa lo jahat sama gue! Kenapa kemarin lo pergi? Kenapa? Kenapa lo ninggalin gue? Kenapa lo tega, Jen?" Haikal tak bisa lagi menahan kesedihan yang telah menumpuk di dalam dirinya. Jendral hanya tertawa kecil. "Lo ngomong apasih, Kal? Gue nggak pergi ke mana-mana, kita kan selalu sama-sama. Gue mana pernah ninggalin lo. Ayo ikut, gabung sama yang lain." Ia menarik tangan Haikal, mengajaknya berlari menuju sisi lain dari air mancur itu. Di sana, semua anggota Klandestin berkumpul. Beberapa duduk di atas ayunan yang berderit pelan, ayunan tersebut dihiasi dengan lampu-lampu kecil yang mengelilinginya. "Bang Haikal! Kenapa telat? Kita nungguin loh!" seru Cakra. "Kal, sini, ada mainan yang cocok buat lo," tambah Reihan. Namun, Haikal menggeleng. Ia justru menggenggam erat tangan Jendral di sampingnya. "Kenapa, Mbul? Main sana," Jendral menatapnya dengan heran. Haikal menggeleng lagi, kali ini dengan lebih kuat. "Gue takut," bisiknya, suaranya hampir tak terdengar. "Takut?" Jendral tertawa, seolah-olah hal itu adalah lelucon. "Seorang Haikal takut?" Haikal mengangguk, menahan diri untuk tidak menangis. "Gue takut kalo genggaman tangan gue lepas, lo bakalan pergi."