Dalam keheningan yang menyayat hati, kucing tak bernama itu berbicara, mencoba memecah kesepian yang melekat padanya. Namun, kehidupan terus berjalan tanpa mempedulikan seruannya. Kehadirannya terasa tak berarti, terabaikan oleh dunia yang sibuk dengan kehidupannya sendiri. Kucing itu melangkah dengan keterlaluan, diiringi langkah-langkah manusia yang tak menyadarinya. Setiap langkahnya memberi jejak yang mencoreng, seiring dengan kesadarannya tentang ketidakberdayaannya. Melihat manusia melukai dan mencintai, sementara dia terpinggirkan dalam kesendirian. Bulunya yang kotor dan keadaannya yang melarat hanya memperkuat bayang-bayang kesepian yang tak terelakkan. Dia mencoba berbicara, mencoba menjadi bagian dari dunia itu, tapi hanya mendapatkan penolakan yang menyakitkan. Kucing itu berbicara dengan "Meong," mencoba memahami apa yang diucapkan manusia. Namun, jawaban kasar dari makhluk besar di depannya menyatakan kenyataan pahit. Kembali kepada dirinya yang kesepian, dia melangkah menjauh tanpa arah, terombang-ambing dalam dunia yang tak mempedulikannya. Dia merenung, mencari tempat "kembali" yang tak pernah ada. Dalam keputusasaan dan kesendirian, kucing itu terus melangkah tanpa tujuan, menjelajahi dunia yang tak mengenal belas kasihan. Di tengah pergulatan hidup kucing itu, kisah manusia dari masa lalu juga terungkap. Bagaimana masyarakat manusia membentuk hierarki dan keadilan yang timpang, bagaimana manusia seringkali lupa bahwa semua makhluk hidup ingin dicintai dan diterima. Kucing tak bernama itu menjadi saksi bisu dari pahitnya kenyataan hidup, tetapi dia juga menjadi simbol kekuatan dan tekad untuk melangkah maju.
7 parts