Barangkali rusun gang 9 adalah mimpi, adalah rumah. Jenaka tak pernah menyangka penggusuran kampung Darma, adalah musabab dari segalanya bermula. Carut-marutnya demo di depan kantor kabupaten membawa langkahnya semakin berat, Karirnya tak tahu akan semengerikan apa. Karena hari ini, dia Cuma punya mesin jahit klasik, Lalu kawan-kawan tidak tahu diri. Juanda yang selalu menenteng gitar jadul, Nirmala yang selalu berteriak sumbang, Drean yang receh. Lalu anak-anak kampung Darma, yang lain. Maka selamat datang pada kisah unik, perempuan yang suka tertawa.
Rinai Jenaka, dia hidup diantara keruhnya langit Jakarta, pada setiap perkataan sumbang ketika dia tidak sanggup membawa kantong-kantong kresek di tanah abang. Kulitnya adalah gambaran betapa suara nyaring kenalpot menebas pori-porinya. Dia tangguh, namun dunia memang terlalu banci.
Dia di suruh berjuang sendiri, menebas segala stigma tentang tata krama sebagai seorang perempuan.
Menerjang segala peraturan tentang perawatan, yang dia tahu Cuma lima.
Mimpinya, ibunya, kawan-kawannya, kampung Darma, juga perjalanan kepada tuhan.
Rinai Jenaka.
Hanya Aira Aletta yang mampu menghadapi keras kepala, keegoisan dan kegalakkan Mahesa Cassius Mogens.
"Enak banget kayanya sampai gak mau bagi ke gue, rotinya yang enak banget atau emang gara - gara dari orang special?" Mahes bertanya sambil menatap tepat pada mata Aira.
"Eh.. Tuan mau?" Aira mengerjapkan matanya.
"Mau, gue mau semuanya!" Mahes merebut bungkusan roti yang masih berisi banyak, kemudian langsung membawanya pergi. Aira reflek mengejar Mahes.
"Tuan kok dibawa semua? Aira kan baru makan sedikit," Aira menatap Mahes dengan raut memelas.
"Mulai perhitungan ya lo sekarang sama gue."
"Enggak kok, tapi kan rotinya enak, Aira masih mau lagi," Aira berkata dengan takut-takut.
"Ga boleh!" Mahes langsung melangkahkan kakinya ke arah tangga menuju kamarnya. Aira langsung cemberut menatap punggung Mahes yang mulai jauh.
Cerita dengan konflik ringan