"Kepada Gadis Niraksara yang mengenalkanku pada gelora euforia asmara; bilamana lisanku membisu, maka ketahuilah jikalau penaku masih senantiasa menuliskan namamu." Pangeran Aksara ialah nama pena Devries van Diederik, pemuda blasteran keturunan Belanda-Jawa yang jatuh hati pada rival akademisnya di sekolah kenamaan Hoogere Burgerschool (H.B.S) era Politik Etis 1919. Akan tetapi status Ayara yang hanya seorang pribumi kalangan jelata secara nyata menegaskan jurang penghalang kisah kasih afair keduanya lengkara bersama di hadapan takhta hierarki kasta. Manalagi prestise sang kritikus kritis misterius sekaligus pelopor emansipasi penggerak pemberontak rezim, bertentangan dengan otoritas keluarga Jenderal Diederik. Dalam drama politik yang dihiasi konflik, Dev dilema moral yang memosisikan di antara pilihan loyalitas keluarga ataukah idealismenya sendiri yang berpihak pada pribumi. Ketika Dev memutuskan untuk mendukung gelora bergerilya, ia temukan dirinya kian terperangkap dalam pusaran konspirasi politik yang penuh intrik. Sehingga pengkhianatannya berimbas pada kandasnya afair mereka yang terpisah tragis di antara huru-hara momentum bersejarah jelang konfrontasi pemberontakan beserta konflik pengambilalihan kekuasaan di akhir kependudukan kolonialisme Hindia Belanda pada tahun 1942. Lantas apakah aditokoh yang menghilang tanpa nama itu benar adanya? Lalu bagaimana wiracarita dirinya terkenang sejarah bilamana sedari awal tak pernah ada? Benarkah afair mereka tetap berakhir tragis begitu saja karena ketidakmungkinan yang terlalu lengkara? . "Kepada Pangeran Aksara yang menorehkan lara pada analekta kata yang trauma kueja; tiada yang lebih hampa dari nestapa mengeja esensi kata 'amerta' yang ternyata dusta, dan tiada yang lebih sengsara mati rasa seribu bahasa hingga binasa." ~Ayara.
8 parts