10 parts Ongoing Hujan deras mengguyur jalanan kota, menciptakan genangan air yang memantulkan lampu-lampu jalan. Di tengah rinai hujan, Nakala berlari tergesa-gesa dengan payung yang nyaris terlepas dari genggamannya. Napasnya tersengal, pikirannya penuh dengan satu nama-Jidan.
Namun, ketika ia tiba di depan sekolah adiknya, waktu seakan berhenti. Tatapannya terhenti pada kerumunan orang yang berkerumun di seberang jalan. Di sana, tubuh adiknya tergeletak, basah oleh hujan dan merah oleh sesuatu yang tidak pernah ingin ia lihat.
"Jidan!" Suaranya pecah, bercampur dengan suara hujan yang mengguyur dan sirine yang mulai mendekat.
Semua terjadi begitu cepat, namun rasa bersalah itu datang lebih cepat lagi. Jika saja ia datang lebih awal. Jika saja ia tidak terlalu sibuk dengan urusannya sendiri. Jidan pasti tidak akan nekat menyebrang sendirian di tengah hujan lebat. Ia pasti masih ada di sini, dengan senyum cerianya yang selalu mampu mengusir lelah.
Kini, rumah yang dulu penuh canda tawa berubah menjadi dingin. Ayah dan ibu hanya berbicara seperlunya, sedangkan Jenan, kakaknya, tak pernah lagi memandangnya dengan cara yang sama. Setiap sudut rumah seakan mengingatkan Nakala pada satu hal: Ini semua salahmu.
Di bawah beratnya rasa bersalah dan kebencian keluarga, Nakala hanya bisa bertanya pada dirinya sendiri-mampukah ia bertahan? Atau, lebih baik ia pergi, membawa segala beban ini bersamanya?