Dulu Bapak pernah berkata,
"Laut Bagiku Anugerah.. Di sana ku dapati Makan, Minum, dan Pakaian.. Badai nya memang menakutkan.. Namun deburan ombaknya merupakan kasih sayang.. Laut bukan soal Mutiara.. Tapi soal ikan asin dan terasi.. Soal garam, dan cumi cumi.."
Saat ini setelah bapak meninggal, baru aku sadar, untuk kami yang tak punya ijazah dan pendidikan, untuk kami yang tak punya uang, laut yang membentang memang hanya sekedar untuk menyambung kehidupan, sepiring nasi dan selembar pakaian, bukan soal kekayaan, apalagi butiran mutiara di perut tiram.
Bapak meninggal saat menjala ikan, hanya berbekal perahu kecil dan jala, bersama adik laki laki ku satu satunya yang paling bungsu, nekat hingga ke tengah laut, jauh sekali dari pesisir, padahal baik bapak maupun kita semua tahu, perahu yang bapak gunakan hanya bisa dipakai mencari ikan-ikan kecil tak jauh dari bibir pantai, saat itu laut sedang tenang, tak ada hujan tak ada badai, tapi tiba-tiba perahu bapak terbalik, bapak adik ku tak terlihat lagi, hanya saja dibagian itu laut seketika berubah menjadi merah. Sesaat, tak lama setelah itu terlihat ekor mengibas laut membuat ombak, warna merah itu lenyap, bersama dengan congkaknya kepergian si pemangsa itu ke laut yang lebih dalam.
Sedang Emak, sudah meninggal saat melahirkan adik laki-lakiku yang telah tiada.
Berbekal rumah kumuh peninggalan Bapak, ku sambung kehidupan, menghidupi ketiga adikku yang perempuan, sebagai anak perempuan pertama. Yang terlahir dan besar di pesisir lautan.All Rights Reserved