20 parts Ongoing Tee menatap mata pria paruh baya yang berdiri di hadapannya. Dari ekspresinya, pria itu jelas sedang berteriak padanya.
Mata itu dipenuhi kebencian.
Kata-kata yang tak diinginkan terlontar dari mulutnya. Makian, kemarahan-entah apa lagi yang keluar dari bibir pria itu. Tapi, meskipun pria itu berteriak sampai mulutnya berbusa, Tee tetap tidak bisa mendengar.
Telinganya seolah tahu bahwa jika mereka berfungsi, pemiliknya hanya akan mendengar kata-kata menyakitkan. Dan bahkan mulutnya pun sama-tidak berfungsi, seakan menolak untuk membalas.
Seolah tubuhnya sendiri ingin melindunginya dari kenyataan.
**
"Apa kau mau mati?!"
Dew berteriak panik, nyaris menabrak Tee yang berjalan tanpa melihat sekitar. Tapi Tee, yang tidak bisa mendengar, hanya terus melangkah tanpa menyadari apa yang dikatakan Dew.
Dew menghela napas kasar, mencoba mengendalikan emosinya.
**
"Apa langit itu indah?"
Tee bertanya sambil menatap hamparan langit di atasnya.
Dew, yang duduk di sampingnya, menoleh. Ia meraih buku catatannya, mengambil pena, lalu menulis beberapa kata sebelum menyodorkannya kepada Tee.
"Ya, indah. Berwarna biru."
Tee membaca tulisan itu. Kemudian, ia menggerakkan tangannya untuk menulis balasan.
"Biru? Seperti apa warna biru?"
Dew terdiam, menatap Tee sejenak.
Bagaimana cara menjelaskan warna kepada seseorang yang belum pernah melihatnya?
Duniaku sunyi. Tak ada suara, bahkan tak ada satu pun kata yang bisa keluar dari mulutku. Mungkin Tuhan begitu menyayangiku... hingga Ia menjadikanku bisu dan tuli.