"Ma..." Dey memulai tulisannya pada selembar kertas berwarna kecoklatan yang garisnya tak lurus. "Dey percaya Abi. Dey percaya keputusan Abi. Tapi entah kenapa, Dey sulit menerima Kak Rony. Kak Rony baik. Pasti." "Dey gabisa bayangin gimana ke depannya kalo setelah nikah besok, Dey ngga langsung bisa cinta sama Kak Rony kayak yang lainnya ketika mereka habis nikah. Dey gabisa bayangin gimana rumah tangga Dey." "Ma... Dey bingung sama siapa Dey harus cerita. Mama kenapa pergi cepet sih, Ma?" Dey tidak pernah menangisi kepergian mamanya. Namun kali ini, pertahanan gadis itu runtuh. Dan beberapa tetes air mata menggenang di atas kertas yang tampak water proof itu. Sedangkan di ujung sajadah sana, Rony tampak diam tak bisa memikirkan apapun. Ucapan Dey sore tadi mampu membuat dirinya tak bisa memiliki harapan lebih dari sekedar pasrah. "Aku menghargai keputusanmu, Cha." Gumam Rony samar sembari mengusap wajahnya dengan kedua tangan. Menghembuskan nafasnya kasar, dan beberapa detik memejamkan matanya dengan menahan sedikit perih. Bagaimana ujung cerita mereka? Let's go!