Setelah kematian suaminya, Anatari Bimalara harus bisa melanjutkan hidup. Berperan sebagai seorang Ibu, sekaligus ayah untuk putra semata wayangnya.
Namun perjalanan hidupnya itu tidak mudah, dia hampir putus asa dengan segalanya. Disaat tidak ada tangan yang mau membantu, tiba-tiba masa lalunya datang.
Gandratama Munaluna, yang telah berganti nama Gandratama Fathian. Dahulu mereka di pisahkan karena berbeda keyakinan, namun kini Gandra telah masuk ke dalam agama Islam. Gandra begitu tulus mencintainya, bahkan dia berperan dalam membesarkan Bashar. Jasanya begitu membantu hidup Anatari yang berantakan.
Hingga suatu hari hal yang paling Anatari takutkan terjadi, Gandra meminangnya.
Anatari masih terjebak dalam bayang-bayang suaminya, akankah dia mau menerima cinta Gandra kembali dan menikah dengannya?
"Kenapa harus aku Ndra, perempuan lain banyak. Bahkan mereka masih gadis, aku hanya seorang janda tidak mempunyai keluarga." ucap Anatari.
"Ana, beberapa tahun lalu aku pernah mengatakan, cintaku hanya milikmu. Aku bisa menerima kamu dalam keadaan apapun, tapi untuk perempuan lain aku gak bisa." balas Gandra.
cover: by pinterest
Menikah karena dijodohkan dengan seorang yang dari segala sisi sempurna Arina mengira jika dirinya akan bahagia bersama dengan pilihan orangtuanya, tapi rupanya hidup tidak berjalan seperti yang Arina inginkan.
Sadewa Natareja, pria yang masuk ke dalam jajaran anggota dewan rakyat paling muda ini nyatanya tidak bisa menjadikan Arina sebagai seorang istri yang seutuhnya. Pengorbanan Arina menerimanya yang berstatus duda dan merawat anaknya yang berusia kurang dari satu tahun nyatanya tidak bisa membuat Dewa mencintai Arina seperti dirinya mencintai istri pertamanya, Husna.
Dimata Dewa, Arina tidak lebih dari seorang wanita yang dipilihkan ibunya untuk menjadi teman dibawah atap yang sama dan sosok yang menjadi ibu untuk putra kesayangannya sebaik apapun Arina berusaha menjadi istri yang baik untuknya.
Semua hal yang dilakukan Arina serasa tidak berarti sama sekali sampai akhirnya Arina lelah sendiri, meraih cinta suaminya nyatanya hal yang mustahil bagi Arina. Perlahan, Arina menjauh membangun benteng tinggi yang membuat Dewa tersadar betapa seharusnya dia bersyukur memiliki Arina dalam hidupnya.
Sayangnya, semuanya sudah terlambat.
"Mas Dewa, aku capek."