Di bawah pohon beringin tua yang rindang, Renata dan Reza duduk bersebelahan. Sinar matahari sore yang lembut menembus dedaunan, membuat bintik-bintik cahaya berdansa di atas buku yang dipegang Renata. Reza, yang biasanya fokus membaca, tampak gelisah. Dia menggigit bibir bawahnya beberapa kali sebelum akhirnya bersuara.
"Ren," panggilnya pelan. Renata mendongak, alisnya terangkat.
"Kenapa?"
Reza menghela napas. "Kita sudah delapan tahun bersama, ya?"
Renata tersenyum. "Iya, delapan tahun yang indah."
Reza mengangguk. "Delapan tahun yang penuh warna. Kamu selalu ada saat aku susah, dan ikut bahagia saat aku senang."
Renata menepuk pelan tangan Reza. "Begitupun kamu, Za."
"Ren," Reza menatap Renata lekat, matanya berbinar. "Aku pengin kita nggak cuma pacaran. Aku pengin kita bangun kehidupan bareng. Aku pengin..." dia merogoh saku celananya, mengeluarkan sebuah kotak beludru kecil. "...aku pengin kamu mau menikah denganku."
Renata terkesiap. Jantungnya berdegup kencang. Senyum merekah di wajahnya, air mata haru mulai berkumpul di pelupuk matanya. Delapan tahun mereka bersama, ini yang dia tunggu.
Dengan tangan gemetar, Renata menerima kotak itu. Dibukanya perlahan, dan di dalamnya ter nestled sebuah cincin perak mungil dengan permata safir di tengahnya.
"Ini sederhana," kata Reza, suaranya sedikit gugup. "Tapi permata safir ini melambangkan ketulusan cintaku padamu. Aku ingin menghabiskan sisa hidupku bersamamu, Renata."
Air mata Renata mengalir. Dia memeluk Reza erat. "Iya, Za," bisiknya. "Iya, aku mau menikah denganmu."
Reza membalas pelukan Renata, senyum kemenangan terlukis di wajahnya. Di bawah pohon beringin tua itu, mereka berdua berjanji untuk menghadapi masa depan bersama, mengikat cinta mereka dengan ikatan pernikahan.All Rights Reserved