Aku masih ingat bagaimana wajahnya saat pertama kali kami ketemu. Rambut ikalnya yang gondrong itu dia biarkan berantakan, kumis tipisnya buat dia kelihatan 5 tahun lebih tua dari usia aslinya.
Dia lebih mirip om-om proyek di kilang minyak pertamina yang menuhin angkutan kota dan bikin Kota Balikpapan jadi macet banget setiap jam pulang kerja.
"Oh, Zidan" memang saat itu ku akui senyumnya cukup manis, dia punya muka yang kelihatan kaya anak-anak tapi ketutupan sama kumis, tapi menurutku perkenalan singkatnya itu sama sekali nggak menarik. Detik itu aku juga bertanya-tanya, apa nggak ada orang lain selain dia? Kenapa harus dia yang masuk dalam kelompok kami?
Awalnya begitu, tapi itu nggak berlangsung lama karena aku dibuat percaya dengan kalimat "Kalo nggak suka sama orang jangan segitunya. Nanti takutnya malah jadi naksir" . Percaya nggak percaya, aku kalah telak sama kalimat itu.
Beberapa bulan berlalu, ku pikir kisahku akan berhenti di malam dimana aku memutuskan kalau 'aku patah hati'.
Selama beberapa bulan aku merasa jadi orang spesial di hidup Zidan, nyatanya di masa itu aku berhenti dengan bertanyaan "Jadi kami ini apa?" Karena ternyata, Zidan yang ku kira jomblo ternyata udah punya pacar.
Waktu itu aku lebih kelihatan seperti perempuan yang nggak tahu kalau dirinya itu ternyata cuma seorang selingkuhan.
Aku tahu mungkin dia nggak bermaksud begitu, tapi tetep aja kan, setelah kejadian berbagi makanan bersama, telefonan sampai pagi karena ngerjain tugas berdua, tidur di sofa yang sama, sandar-sandaran di sofa sambil mantengin layar laptop, bahkan di pertemuan kami yang nggak sengaja dulu kami kelihatan kayak muda-mudi yang lagi pacaran, gimana bisa aku mikir kalo dia udah punya pacar?
Dibikin trust issue kan jadinya.
Tapi...
Ternyata kisah cintaku nggak cuma sampai situ. Kalau begini ceritanya, kenapa nggak shortcut dari awal aja sih? Kenapa hidupku harus di ombang-ambing begini kalau ternyata aku bakal berakhir sama dia?
Kupikir begitu
Khalid, lelaki penyuka sesama jenis yang ingin menjauhi maksiat dengan memutuskan untuk sendiri. Hingga, suatu kejadian membuatnya menikahi Nur, rekan kerjanya.
Awalnya, Khalid bertekad menyembunyikan orientasi seksualnya, ingin membahagiakan Nur. Tapi, karena mengalami kesulitan, membuatnya mengakui hal itu.
Nur yang menyangka pernikahan itu atas dasar ketertarikan dari Khalid, sangat terkejut dan terpukul. Tapi, karena berbagai pertimbangan, membuatnya tetap berusaha mempertahankan pernikahan mereka.
Kini, mereka harus berjuang bersama dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Nur yang membersamai Khalid, harus belajar ikhlas dan bersabar. Dan Khalid yang terus berusaha teguh di jalan hijrah, berusaha untuk mempertahankan rasa cinta yang acap kali hilang timbul.
Lalu, bagaimanakah perjuangan keduanya untuk tetap teguh dan bertahan?