Sebuah penyesalan akan datang di akhir, namun rasa sakit selalu abadi, bahkan jika ada obatnya semua orang pasti akan melakukan segala cara untuk mendapatkannya, meskipun mereka akan membayar semua itu dengan penyesalan. Dunia tak pernah adil untuk siapapun, seperti halnya yang di alami Kalvanya. Ia adalah gadis korban bully di sekolah, hingga membuat ia hampir mengakhiri hidupnya. Atau Alreksa yang selalu hidup dalam kesepian tanpa keluarga. Bahkan Pragadipta yang selalu menyesali masalunya. Semua orang punya lukanya masing-masing, mereka hanya perlu di dengar. ••••• Suasana semakin hening, di tengah kegelapan samar terdengar lantunan nada piano dari luar kamarnya. Lelaki itu dengan pelan melangkahkan kaki jenjangnya mengikuti nada yang semakin dekat. Kewaspadaan nya kian meningkat, tangan nya menggenggam pisau dengan kuat, seraya menuruni satu demi satu anak tangga Netra elang itu menelisik setiap sudut ruangan, tak ada siapapun di dalam kegelapan. Pandangannya tertuju pada kursi kayu yang sering di duduki ayahnya. Kelvin berjalan mendekat, nada itu pun terdengar semakin jelas. Netranya hanya menatap boneka kelinci yang duduk di kursi itu. Ia meraihnya, dengan ketakutan ia kembali menatap sekeliling, namun ia benar benar sendiri di ruangan gelap tersebut. Kelvin terperanjat kala ponselnya berdering, di layar tertera sebuah nomor tak di kenal, dengan ragu Kelvin mengangkat telepon itu. "Halo... siapa?" Tak ada jawaban. Hal ini membuat Kelvin semakin ketakutan. "Halo! Jangan bercanda deh" kesalnya. "Let's play a game" sebuah notif dari nomor yang sama.