8 parts Ongoing Rasa sakit yang paling menyiksa itu berasal dari orang yang paling kita sayangi.
"Darrel, gue capek sama lo. Kita sampai sini aja, ya," suara Clara lirih, hampir tenggelam di antara bunyi hujan yang menghantam jendela.
Hujan turun begitu deras, seolah langit ingin menangisi perasaan kedua insan itu. Di sudut ruangan rumah sakit, alat pendeteksi jantung terus berbunyi, menjadi saksi pilu dari momen ini.
Darrel duduk di samping brankar rumah sakit, bahunya terguncang karena tangis yang tak mampu ia tahan lagi. "Ra, gue nggak mau... Lo milik gue sepenuhnya. Gue nggak mau ninggalin lo, apapun alasannya."
Clara melepas masker oksigen yang menutupi wajahnya. Tawanya pecah, namun tak ada kebahagiaan di sana, hanya kepahitan yang begitu kentara. "Tapi hati lo bukan milik gue sepenuhnya, Rel. Lo egois!"
Darrel terdiam, menelan pil pahit itu dengan dada yang terasa sesak. "Jadi semua ini gara-gara Liona?" tanyanya dengan suara yang nyaris patah.
"Dia juga sakit, Ra. Dia orangnya lemah, gue nggak tega nolak Liona saat dia butuh bantuan."
Clara mengangguk pelan, namun matanya tajam menusuk. "Iya, gue tahu. Dia itu sakit jiwa!" Nada suaranya meninggi, membuat napasnya semakin berat, seolah setiap kata menyayat dirinya sendiri.
Semua itu terasa seperti luka yang tak akan pernah bisa sembuh-dua hati yang saling mencintai namun terjebak dalam lingkaran yang sama-sama melukai.