Laura sangat membenci tradisi kuno yang masih dianut oleh masyarakat desa tempat tinggalnya, di mana masa depan seorang anak sangat ditentukan oleh latar belakang orang tua mereka. Masyarakat desa membaginya menjadi tiga golongan: Golongan pertama adalah anak yang terlahir dari keluarga yang bisa dikatakan sempurna, dimana anak-anak beruntung itu terlahir dari orang tua kaya dan memiliki pola pikir terbuka dalam mengasuh anak-anaknya sehingga mereka bisa menikmati kemakmuran dan pendidikan yang layak. Golongan ke-dua terdiri dari anak-anak yang lahir dari orang tua yang hanya berhasil dalam satu aspek, baik ekonomi atau pola pikir dalam pengasuhan. Mereka memiliki kehidupan yang stabil, meski tidak sempurna seperti golongan pertama. Dan golongan terakhir, yang paling malang dan menyedihkan, adalah anak-anak yang lahir dari keluarga miskin dengan orang tua minim literasi. Mereka kerap kali mengalami hidup yang berat dan sulit sehingga tak mudah untuk mengakses pendidikan yang mumpuni. Dan Laura termasuk dalam golongan ketiga, golongan yang tidak disediakan pilihan. Rata-rata, golongan ketiga akan 'menjual' anak jika merasa sudah tidak mampu memberikan kehidupan yang layak, menjualnya kepada seorang pria dengan harapan bisa meringankan beban keluarga. Namun, Laura yang menjadi contoh golongan ketiga, tentu menolak keras menerima nasib begitu saja. Ia lantas memupuk tekad dan keberaniannya untuk melawan ketidakadilan yang membelenggu untuk mengubah garis takdir. "Jika mereka tidak memberikanku pilihan, maka aku akan menciptakan opsi itu sendiri."