"Cinta, aku pernah berpikir itu adalah jawaban untuk semua harapan dan impian. Tapi nyatanya, cinta tak memberikan apa-apa selain kepalsuan dan penghianatan. Kekasihku, yang dulu kupercaya dengan segenap hati, ternyata hanya menjadikanku alat untuk kepentingannya. Dia menjualku, memanfaatkan kepercayaan yang kuberikan, dan meninggalkanku dalam kegelapan. Cinta yang kuanggap suci ternyata hanyalah tipu muslihat."
"Aku telah jatuh dari pelukan satu laki-laki ke yang lain, bukan sebagai kekasih, tapi sebagai barang yang mereka beli. Mereka datang ke salon ini, tersenyum manis, membayar harga untuk tubuhku, tetapi di balik semua itu, aku tahu mereka semua lelaki brengsek. Mereka melihatku bukan sebagai manusia, tapi sebagai objek kepuasan sesaat. Setiap sentuhan, setiap kata manis yang mereka ucapkan, hanya memperkuat keyakinanku bahwa cinta yang mereka tawarkan hanyalah kebohongan."
"Pelangganku, mereka adalah cerminan dari dunia yang penuh kepalsuan. Mereka datang dengan janji manis, dengan harapan yang seolah tulus, tapi di balik semua itu, mereka sama saja. Setiap kali aku menatap mata mereka, aku melihat kebohongan yang sama, penghianatan yang sama. Cinta, bagi mereka, hanyalah permainan. Dan aku, yang pernah begitu naif percaya pada cinta, kini hanya bisa melihat kenyataan pahit bahwa di balik setiap pelukan, ada luka yang semakin dalam."
"Ini abang pijet ya, awalnya agak sakit tapi lama-lama juga enakan."
Perlahan Alan memijat kaki adiknya itu. Kulitnya yang halus licin itu terasa luar biasa di telapak tangan Alan.
"Ahh sakit, ouhhh pelan pelan abangg."