Pada akhir abad ke-19, Nusantara berada di bawah kekuasaan kolonial Belanda. Penindasan, ketidakadilan, dan penderitaan menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan rakyat pribumi. Di tengah penjajahan yang brutal ini, muncul seorang pahlawan yang menjadi simbol perlawanan rakyat-Pitung. Cerita berlangsung di Batavia, kota yang dipenuhi dengan ketegangan antara penguasa kolonial dan rakyat yang tertindas. Desa-desa di sekitar Batavia menderita akibat pajak yang mencekik, kerja paksa, dan perampasan tanah oleh pemerintah kolonial. Di tengah kondisi ini, seorang pemuda bernama Pitung muncul sebagai harapan bagi rakyat. Pitung adalah seorang jawara dari Betawi yang memiliki kemampuan bela diri luar biasa. Dia memimpin perlawanan rakyat dengan kecerdasan, keberanian, dan kemampuannya yang menakjubkan dalam menghilang dan menyerang musuh secara tiba-tiba. Ia menjadi momok menakutkan bagi penjajah, namun pahlawan bagi rakyatnya. Pitung tidak hanya harus menghadapi kekuatan militer kolonial yang kejam, tetapi juga pengkhianatan dari bangsanya sendiri, yang tergoda oleh iming-iming kekuasaan dan harta dari Belanda. Pitung dan kelompok kecilnya berjuang melawan penindasan dengan serangan gerilya, menggunakan pengetahuan mereka tentang hutan dan kota untuk melancarkan serangan kilat yang tak terduga. Namun, Pitung bukanlah seorang pejuang biasa. Ia menyadari bahwa pertarungan melawan penjajah bukan hanya soal senjata, tetapi juga soal mempertahankan identitas dan martabat sebagai bangsa. Oleh karena itu, Pitung tidak hanya bertarung dengan fisik, tetapi juga dengan cara menginspirasi rakyat untuk bangkit, melawan ketidakadilan, dan mempertahankan nilai-nilai tradisional mereka