Di sebuah sekolah kecil yang dipenuhi dengan tawa dan keaktifan, Caine adalah sosok yang hampir tak terlihat. Dengan sifat pendiamnya, ia sering terjebak dalam kesunyian, hanya mendengarkan suara guru dan menyaksikan teman-temannya berinteraksi. Dunia luar terasa monoton, sementara di dalam hati, Caine mendambakan koneksi yang lebih dalam, sebuah pelarian dari kenyataan yang membosankan.
Semua itu berubah saat ia menemukan Aetherium Quest, sebuah permainan yang membawanya ke alam penuh keajaiban. Di sana, ia bisa menjadi siapa pun dan melakukan hal-hal yang tidak pernah terbayangkan di dunia nyata. Namun, meski berpetualang dengan karakter lain, rasa sepi tetap mengintai.
Hingga suatu hari, pertemuannya dengan Echi, teman yang usil dan ceria, membuka jalan baru. Saat Echi mengungkapkan bahwa ada teman seangkatan lain yang juga bermain Aetherium Quest, harapan baru mulai muncul dalam diri Caine. Dalam perjalanan untuk menemukan koneksi yang ia cari, Caine harus berhadapan dengan rasa canggung dan ketidakpastian, yang membawanya ke petualangan yang lebih besar, baik dalam permainan maupun dalam kehidupan nyata.
Inilah kisah Caine,
❗️Warning❗️
• Semua berdasarkan karangan dan tidak memiliki hubungan karakter asli yg ada
• Fanfic
• Beberapa nama karangan dari author berupa nama game dll
•BxB
Liu Qiaqio, Permaisuri Dinasti Jin, telah menyerahkan hati, jiwa, dan raganya untuk sang kaisar. Dia mencintainya dengan sepenuh hati hingga merasa lelah, tetapi sang kaisar yang dingin hanya memiliki mata untuk satu orang, dan orang itu bukanlah dirinya. Kehangatan di mata kaisar saat memandang orang itu tidak pernah menjadi miliknya, kelembutan suara kaisar saat berbicara dengan orang itu tidak pernah ditujukan padanya, bahkan hingga ajal menjemput.
"Apa salahku sehingga kau membenciku sejauh ini? Apa aku telah melakukan kesalahan sehingga kau memandangku dengan begitu hina? Apakah mencintaimu adalah dosa yang begitu besar?" tanyaku dengan lemah.
"Dosamu adalah mencintai seseorang yang seharusnya tidak kau cintai," jawabnya dingin.
'Dia benar, aku telah menghabiskan terlalu banyak cinta untuknya hingga aku tidak punya sisa cinta untuk anak-anakku, untuk mereka yang benar-benar peduli padaku. Jika aku diberi satu kesempatan untuk menebus semua itu, aku akan menghabiskan seluruh hidupku melakukannya,' pikirku sembari menutup mata dan menyambut kematian. Atau begitulah pikirku.