"Hei, kau di sana," suara Sabit tenang, tapi ada sesuatu dalam nadanya yang memanggil perhatianmu.
Di sisinya, Purnama tersenyum lembut, "Kami adalah Sabit dan Purnama," katanya, suaranya serupa melodi, "dan kami di sini untuk mengundangmu masuk ke dalam Senandika-di mana kisah-kisah sederhana tumbuh menjadi lebih dari sekadar cerita."
Sabit melirikmu sekilas, seolah menegaskan bahwa ini bukan sekadar undangan biasa. "Kami merajut kenyataan dan imajinasi menjadi satu. Setiap kisah dimulai dari sesuatu yang akrab, yang mungkin kau kenal, tetapi perlahan, kami menambah lapisan, mengubahnya menjadi sesuatu yang jauh lebih dalam, lebih bermakna."
Jelas Purnama. "Namun, kau perlu tahu, tak semua cerita akan berakhir dengan sempurna. Beberapa bagian kami sengaja biarkan terbuka, seakan menggantung, tanpa jawaban yang jelas. Itu bukan karena kelalaian, tapi karena ada hal-hal yang sebaiknya dibiarkan tak terjawab."
Sabit mengangguk, menyetujui kata-kata Purnama. "Plot hole? Mungkin. Tapi di balik setiap kekosongan itu, ada kesempatan bagi imajinasimu untuk mengisi ruang yang tersisa. Kami memberi petunjuk, ya, tapi tidak selalu menutup semuanya. Ada yang perlu kau temukan sendiri-potongan-potongan cerita yang tersembunyi di antara baris-baris."
Purnama kembali tersenyum, suasana terasa hangat seketika. "Di dunia kami, narasi ibarat malam panjang-tenang, misterius, dan selalu ada sesuatu yang disembunyikan di balik bayang-bayang. Kau mungkin merasa ada yang hilang, namun dalam kekosongan itulah keajaiban bersembunyi."
Sabit ikut tersenyum tipis, anggukan kepalanya seolah menjadi penutup percakapan. "Kami ingin kau menjadi bagian dari keajaiban ini-sebuah dunia di mana kenyataan dan fantasi berpadu, menciptakan kisah yang bukan hanya memikat, tapi juga menggugah pemikiran. Jadi, bagaimana? Apakah kau siap bergabung dengan kami
Keempat begal tadi merangsek ke tengah dengan beringas. Brawok dan Jumpring melompat sambil mengeluarkan tendangan pamungkas mereka. Mahesa Kawulung mengayunkan pedang andalannya mengincar bagian leher. Anusapati menerjang tak kalah hebat dengan pedang terhunus sempurna. Jarak keempat perampok tadi dengan Kiai Srenggi hanya berkisar tiga jengkal saja. Tiba-tiba muncul empat pusaran angin kecil ...
Wuuuzzz! Duggg!
Tanpa ada peringatan, tiba-tiba keempat pusaran angin tadi menerjang Anusapati dan kawanannya. Putaran lesus tersebut melempar mereka menjauhi Kiai Srenggi. Brawok dan Jumpring terjengkang dengan hebat. Mahesa Kawulung bergulung-gulung kebelakang. Tubuh mereka diterima gundukan batu besar dan mengeluarkan bunyi berdebam yang menggema. Anusapati terlempar membentur batang pinus. Keempat begal tadi terkapar tak bergerak.