Kini aku kembali menulis. Bukan lagi dengan angan-angan dan ambisi remajaku yang gigih ingin menjadi penulis itu, ia sudah mati dan gagal. Kini, bait-baitku hanya teriakan pengecut, tak berbunyi, tak ingin didengar ibuku, juga tak ingin dianggap pendrama ulung bagi orang di sekelilingku. Di tengah tidak adanya hal yang bisa aku pamerkan pada semesta dan isinya ini, setidaknya aku ingin menangis dan berteriak dengan elegan. Boleh kan?