Lucias tak pernah menyangka hidupnya akan berakhir seperti ini-kehabisan darah di ruang bawah tanah S-rank, seluruh timnya tewas, dan seekor Cerberus merobek perutnya. Bukan hanya rasa sakit yang menyiksanya, tetapi juga ketidakadilan yang ia rasakan. Monster L-grade seharusnya tidak berada di sana. Bukan di dungeon itu. Bukan di dunia ini. Sekali lagi, sistem telah menipu mereka, dan umat manusia harus membayar harganya.
Saat pandangannya mulai kabur dan hidupnya perlahan menghilang, satu pikiran terus bergema di benaknya: Jika aku akan mati, setidaknya biarkan aku tahu bagaimana novel itu berakhir.
Selama lebih dari satu dekade, Lucias terobsesi dengan sebuah cerita-tentang seorang pahlawan legendaris yang membunuh naga bahkan para dewa. Ia tahu setiap alur, setiap kejutan, setiap detail cerita itu. Protagonisnya telah menjadi panutannya sebagai seorang ranker. Kisah itu adalah satu-satunya hal yang membuatnya bertahan dalam hidupnya yang biasa-biasa saja. Kini, saat kematian mengintai, ia tak bisa berhenti memikirkannya. Ia hanya ingin melihat akhir ceritanya.
Namun, alih-alih mati, Lucias terbangun di tempat yang sama sekali asing. Seorang pelayan tua, berambut abu-abu dan berpakaian rapi, mendekati tempat tidurnya. Ketika pelayan itu berbicara dan memanggilnya "Tuan Seth," semua kenangan kembali membanjiri pikirannya. Nama itu terlalu familiar. Seth, baron jahat yang ditakdirkan untuk dibunuh oleh protagonis dalam novel yang selama ini dibaca Lucias.
Keringat menetes di dahi Lucias saat kesadaran itu menghantamnya: Dari semua orang yang bisa aku jadi, kenapa aku harus bereinkarnasi menjadi baron jahat?