Di kota Lisse yang tenang, di mana keindahan bunga tulip menutupi kesedihan musim yang berlalu, seorang gadis bernama Seraphine memulai perjalanannya di sekolah baru. Dia adalah mercusuar kebaikan dan kehangatan, tawanya seperti sinar matahari yang menembus kabut dingin.
Di sanalah dia bertemu Nathaniell, seniornya yang penuh teka-teki yang matanya menyembunyikan badai dan rahasia. Bagi dunia, dia tidak tersentuh-tenang dan tenang. Namun bagi Seraphine, dia adalah kekacauan yang sangat didambakan hatinya.
Saat dia menyatakan cintanya, penolakannya sama tajamnya dengan gigitan musim dingin. Tapi sikap dingin Nathaniell bukan lahir dari kebencian-itu adalah perisai untuk menyembunyikan cintanya pada Nathaniell, cinta yang dia khawatirkan akan menghancurkan mereka berdua.
Hari berganti minggu, hubungan mereka terjalin antara kelembutan dan siksaan. Nathaniell mendorongnya menjauh dengan kata-kata yang kejam, namun merindukannya dalam keheningan hatinya. Seraphine, yang selalu penuh harapan, percaya cintanya dapat menyembuhkan lukanya.
Tapi hidup, seperti musim, cepat berlalu. Jika cinta dibiarkan tak terucapkan terlalu lama, ia berisiko hilang selamanya. Dan ketika cahaya Seraphine mulai memudar, Nathaniell hanya punya satu kebenaran: dia sangat terlambat mencintainya.
Pada akhirnya, kisah mereka tidak akan menjadi kisah selamanya, melainkan kisah sesaat dan rasa sakit yang bertahan lama setelah kelopak terakhir jatuh.