Di sudut ruang itu, dia duduk dengan tenang, matanya menerawang ke luar jendela, menatap hujan yang turun perlahan. Setiap butir air yang jatuh seperti mencerminkan pikirannya yang tak pernah berhenti. Ada kedamaian dalam keheningan, namun di balik wajah yang selalu terlihat tenang, siapa yang tahu apa yang sebenarnya ada di dalam hati seorang perempuan itu?
Orang-orang sering kali melewatkan keberadaannya, tidak terlalu peduli dengan siapa dia atau apa yang ada di pikirannya. Mungkin karena dia tidak pernah meminta perhatian. Wajahnya yang kalem, sering kali tertutup oleh rambut panjang yang rapi, membuatnya tampak seperti bayangan yang melintas di antara keramaian. Namun, di balik sikap pendiamnya, ada banyak hal yang tersembunyi, tak mudah diungkapkan oleh kata-kata.
Mabel jarang sekali berbicara lebih dari yang diperlukan. Dia lebih memilih untuk mendengarkan, mengamati, dan mencatat segala sesuatu yang terjadi di sekitarnya. Ada semacam kepekaan dalam dirinya yang membuatnya mampu merasakan apa yang orang lain tak mampu lihat. Mungkin itu sebabnya, dia selalu menjadi sosok yang bisa dipercaya untuk memegang rahasia, meski tak banyak yang tahu betapa berat beban yang dipikulnya.
Dan akhirnya, setelah sekian lama, orang-orang mulai sadar. Mereka mulai menyadari bahwa perempuan yang selalu ada di balik bayang-bayang itu bukanlah sosok biasa. Mabel Prameswari, namanya. Seorang perempuan yang tak banyak bicara, namun setiap kata yang keluar darinya selalu penuh makna. Mabel, dengan segala keanggunan dan kebijaksanaannya, telah lama menjadi inti dari banyak hal yang orang-orang anggap sepele. Dia adalah sosok yang, meskipun tidak mencuri perhatian, selalu memiliki kekuatan.
Hanya Aira Aletta yang mampu menghadapi keras kepala, keegoisan dan kegalakkan Mahesa Cassius Mogens.
"Enak banget kayanya sampai gak mau bagi ke gue, rotinya yang enak banget atau emang gara - gara dari orang special?" Mahes bertanya sambil menatap tepat pada mata Aira.
"Eh.. Tuan mau?" Aira mengerjapkan matanya.
"Mau, gue mau semuanya!" Mahes merebut bungkusan roti yang masih berisi banyak, kemudian langsung membawanya pergi. Aira reflek mengejar Mahes.
"Tuan kok dibawa semua? Aira kan baru makan sedikit," Aira menatap Mahes dengan raut memelas.
"Mulai perhitungan ya lo sekarang sama gue."
"Enggak kok, tapi kan rotinya enak, Aira masih mau lagi," Aira berkata dengan takut-takut.
"Ga boleh!" Mahes langsung melangkahkan kakinya ke arah tangga menuju kamarnya. Aira langsung cemberut menatap punggung Mahes yang mulai jauh.
Cerita dengan konflik ringan