Terlahir dari keluarga pesantren menjadi hal yang sangat tidak disukai Zahrana. Sifatnya yang cukup liar membuatnya 'tak betah berada dalam lingkaran kehidupan yang banyak aturannya itu. Terlebih, ia sangat risih dengan perlakuan khusus yang kerap dilakukan terhadap anak Kiyai. Zahrana merasa tidak pantas untuk mendapat perlakuan berlebihan seperti itu sebab dirinya masih jauh dari kata baik. Kenyataan ini menjadi hal terberat yang harus ia jalani, sifat otoriter sang Abah menjadikannya pemberontak dan keras kepala. Kekecewaan terdalamnya bermula ketika ia memasuki SMP dan tidak diperbolehkan untuk bersekolah di sekolah Negeri, Abah mengharuskan Zahrana melanjutkan pendidikannya di pesantren. 'Tak ada pilihan lain, Zahrana menerima, tapi dengan syarat tidak di pesantren Abahnya, tentu saja ada alasan, ia ingin menjadi dirinya sendiri tanpa harus keberatan dengan gelar 'Niing'. Namun, sifat Zahrana semakin hari semakin semena-mena dan tidak bisa di atur hingga puncaknya ketika Usman mengetahui fakta bahwa anak sulungnya itu berpacaran. Tidak ada ampun, Usman merasa dirinya gagal dalam mendidik anak. Merasa malu dan takut jika berita itu tersebar, Usman segera mengambil langkah terberat, yakni menjodohkan anaknya dengan putra dari sahabatnya di umur Zahrana yang masih terbilang sangat muda. Usman mengira, dengan menikahi putrinya seperti itu akan menyelesaikan masalah. Nyatanya, hal itu justru menimbulkan masalah baru, Zahrana yang sudah belajar ikhlas pun kembali di hajar habis-habisan. Mentalnya hancur, ia kehilangan arah. Apa masalahnya? Dapatkah Zahrana keluar dari masalah itu dan menemukan kebahagiaannya? "Nyatanya, penampilan luar tidak bisa menjadi tolak ukur seberapa baik atau buruk apa yang ada di dalam."
7 parts