Sang Mahapatih Gajah Mada tahu, ia telah melakukan kesalahan terbesar dalam hidupnya--jatuh cinta pada Dyah Pitaloka. Putri kerjaan Sunda Galuh yang seharusnya menjadi kedaton terakhir yang ia taklukan demi kejayaan Majapahit.
Perasaan itu pun membawakannya takdir yang tidak pernah ia duga. Mereka akhirnya terjebak dalam ikatan renjana dan angkara terkutuk yang merenggut nyawa Dyah Pitaloka saat perang bubat pecah di atas tanah Gula Kelapa.
Penyesalan membawa sukma Gajah Mada berkelana ratusan dasawarsa setelahnya, hanya untuk mengetahui bahwa perempuan yang paling ia cintai itu membencinya dan membawa dendam masa lalu saat mereka kembali bertemu. Namun, hatinya tak pernah bisa berpaling, meski Dyah Pitaloka telah bersumpah akan membuat ia dan semua keturunannya hidup dalam neraka.
Kini, beberapa abad setelahnya, takdir yang sama kembali mengikat mereka dalam rindu beserta nestapa. Layaknya Taranjana yang tak lekang oleh ruang waktu, keduanya kembali jatuh cinta, meski ternyata jalan untuk bersama membuat mereka menyakiti satu sama lain.
Hal yang pernah Rafa sesali dalam hidupnya, yaitu menaruh harapan pada seseorang yang tidak pernah menganggapnya ada.
Dibenci, dihina dan disakiti baik fisik dan batinnya, seakan sudah menjadi makanan sehari-hari bagi remaja yang berusia 17 tahun itu.
Memangnya apa salahnya?
Dia hanyalah, seorang anak yang ingin merasakan keluarga yang sesungguhnya. Bahkan demi mendapatkan hal itu, dia mengabaikan perasaaannya sendiri dan bahkan menjadi orang jahat. Sehingga membuatnya semakin dibenci.
Rafa menyesal. Menyesal pernah berharap agar suatu hari mereka bisa melihat dirinya sebagai saudara dan seorang anak.