Haruka melipat kertas yang baru tiba di kotak posnya hari ini, memasukkannya kembali dengan hati-hati ke dalam amplop berlogo rumah sakit. Ini adalah hasil pemeriksaan terakhirnya. Seharusnya langsung di berikan pada administrasi Furin, tapi kalau Haruka lakukan itu, para guru ataupun Umemiya akan melihatnya kapanpun. Jadi lebih baik Haruka nggak melakukannya. Ia meletakkan amplop itu di dalam seprai tipis futon yang dilipat di sudut ruangan. Haruka duduk bersandar di dinding, menyentuh seragam Furin yang baru saja di cuci, masih kusut dan tergeletak di atas meja kecil pemberian teman-temannya. Jarinya yang pucat menelusuri ban tangan putih tanda tahun pertama di lengan seragamnya. Matanya mengamati bordir kerah di seragam hijau itu. Haruka bangun untuk menggantung seragamnya di jendela, ke kamar mandi untuk cuci muka. Wajahnya terlihat pucat di dalam cermin. Rambutnya setengah basah, disisir ke belakang dengan jarinya yang lelah. Kanker hati. Sejujurnya Haruka dan orangtuanya menemukan penyakit ini di awal penyebaran, dan Haruka sempat di operasi untuk itu. Tapi entah mulai dari kapan, sel kanker itu masih tersisa dan terus tumbuh tanpa di sadari. Pemilik mata heterokromia itu menghela nafas pelan, mencengkram sisi wastafel dan kembali menyiram air ke wajahnya. Bel apartemennya berbunyi, tapi tidak sampai satu detik, suara pintu terbuka dan langkah ringan di atas tatami. Haruka harus mempertimbangkan untuk memasang kunci rumah jika dia punya sisa uang nanti. Remaja itu mendengarkan suara riang Nirei dan Tsugeura. Kalau keduanya datang, artinya Kiryu dan Suo juga ada di sini. Sebelum keluar dari kamar mandi, Haruka melihat sekali lagi ke cermin, memastikan wajahnya terlihat baik-baik saja sebelum keluar, memarahi teman-temannya karena datang tanpa bilang.All Rights Reserved
1 part