aku suka bertanya-tanya jika luka adalah bahasa.akan jadi seperti apa rupanya?
apakah yang suka berteriak lantang di keramaian, berdiri sendiri dan jadi yang paling ribut di teriknya mentari siang, atau yang melembutkan suaranya kala petang, membiarkan burung hinggap di dahan, dan perban-perban menutupi perasaan, atau hening, bahasa tanpa suara milik malam, yang dalam kediamannya ia ciptakan gumpalan benang-benang.
tapi kupikir lagi, luka lebih seperti sebuah bahasa yang tidak diketahui siapa-siapa, sebab seberapa keras pun aku mencari jawabannya, luka selalu menjadi bahasa, yang tidak bisa diterjemahkan dimana-mana.
"tidak apa, jika dunia membenci dirimu, ingat Abang ada di sampingmu sepanjang waktu.."
"Ta-tapi kalau Abang pergi? Akunya?"
["Bertahan, dan tersenyumlah ingat selain abangmu pasti Tuhan di sisimu"]
[Revisi tanggal: 09-12-2024]
[Karakter: Odo Kentang sbg Fiqih
: Stresmen sbg Hanif
: dll
Mohon maaf jika ada kesalahan dalam penulisan, dan ini alurnya akan benar-benar berubah dari alur sebelumnya
Karakter di dalam cerita ini saya pinjam, terima kasih]