Di planet biru, di atas tanah kering yang retak dan di bawah terik matahari yang menusuk kulit, berkumpul anak-anak yang menanti cerita peri dari pria tertua. Semua anak di bumi bertubuh kurus, kulitnya hitam bersisik, kepalanya botak, matanya kelabu dan bibirnya sekering tanah. Anak-anak tak pernah mandi bahkan saat ini tak ada lagi persediaan makanan yang membuat mereka terpaksa mengunyah batu, pasir, dan pil jika mereka beruntung. Tak ada yang tahu mereka anak perempuan atau laki-laki sampai mereka bersuara.
Pria tertua selalu menceritakan kisah yang sama selama bertahun-tahun pada anak-anak. Saat bercerita, air mukanya datar dan tatapan matanya kosong. Dia akan memulai kisahnya pada saat usiannya sepuluh tahun, lalu berlanjut menceritakan situasi perang dan bencana yang ia alami.
"Dahulu kala, peri bernama Dandelion datang memberikan hatinya untukku, sebagai hadiah ulang tahunku. Katanya hati itu dapat menyerap kesedihanku. Dan ternyata, bukan hanya tak bisa menangis, aku juga berumur panjang. Ini sudah tahun ke 214 sejak saat itu."
Apa alasan peri itu memberikan hatinya? Dan bagaimana para peri menyelamatkan planet biru?
Ikuti cerita selanjutnya..
Jangan lupa follow!
Cerita original by Hanari Nisywa