"Saya ini kakak laki-laki kamu Rui, dan fakta itu ga akan berubah sekalipun saya harus mati."
"Kalau gitu biar aku aja yang mati."
Bercanda. ChengLei tau bahwa itu hanyalah sebuah candaan bocah labil berusia 24tahun. Kala mendengar kalimat itu dilontar dengan penuh emosi dan derai airmata, dia benar-benar tak kuasa untuk menahan tawanya.
"Sampai kapan kamu bakal terus bersikap kekanakan kaya gini?"
"Kekanakan?" Tian Jiarui terkekeh. Kekanakan katanya. Padahal, dia tak pernah sekalipun menganggap dirinya sendiri seperti anak-anak sebanyak yang ChengLei lakukan. Pria itulah yang selalu bersikap dan memperlakukan nya seperti anak kecil. Memperhatikannya, menyayanginya, menyembuhkan lukanya, bahkan hal paling sepele dan sederhana dimana Rui tidak memerlukan bantuan siapapun, selalu pria itu yang inisiatif untuk lakukan. Lantas, dibagian mana dia berhak berkata bahwa Tian Jiarui bersikap kekanakan disaat semua kesalahan memanglah bersumber dari perhatiannya sendiri?
"Aku cuma mau kakak... jadi pacar aku." genangan airmata itu memupuk, siap jatuh kapan saja jika Rui tak segera menyekanya. "Dan itu disebut kekanakan?"
"Kekanakan dan gila."