"Pokoknya kalau kita udah nikah besok, kita nunda punya momongan dulu ya, aku mau pacaran dulu sama kamu," ucap Bima sambil memegang tangan Luna, pacarnya.
"Nggak boleh gitu sayang, namanya nikah salah satu tujuannya itu ya punya keturunan," jelas Luna.
"Kan aku bilangnya nunda, bukan tidak mau punya," Bima masih tetap pada ucapan awal.
"Tetap tidak boleh, diralat buruan, dikasih cepat Alhamdulillah, ditunda ya tetap Alhamdulillah, pamali tau mendahului takdir," Luna jadi was-was.
"Gitu ya, habisnya aku masih pengen banget berdua sama kamu sayang," Bima semakin intens menggenggam tangan Luna.
"Iya sayang, kamu pulang dulu gih, nanti dicariin Umik."
"Sini dulu dong," Bima merengkuh pinggang Luna supaya lebih dekat.
Tangannya aktif mengangkat dagu Luna, mau tidak mau kedua mata bertemu. Saling berpandangan dan saling mendamba. Sebelum setan berhasil menguasai akal pikir, Luna buru-buru sadar. Melepas pelukan Bima yang sorotnya menahan sesuatu.
Luna tersenyum, memberikan gestur angka satu yang dia tempel di bibir Bima, "sabar sayang."
"Luunn, nikah yukkkk," ucap Bima.
*
Makanya kalau ngomong tuh yang baik-baik. Meskipun tidak serius, tapi alam semesta mendengar apa yang sedang manusia bicarakan.
Bahkan sampai usia pernikah berjalan delapan bulan, Alunan dan Bimasena masih belum menggendong buah cinta mereka berdua. Dan orang tua masing-masing mulai resah.
Edgar merasa beruntung memiliki Flora sebagai kekasihnya. Tak peduli jika Flora adalah gadis nerd disekolahnya.
Hanya orang bodoh yang tak menyadari betapa sempurnanya seorang Flora Ayumi Maharani.