"Meskipun Hinata sudah mengenal Regan hampir lima tahun lamanya, ia merasa seolah belum benar-benar tahu siapa pria itu. Regan yang ia kenal adalah sosok yang tegas, berprinsip, dan selalu penuh keyakinan. Namun, di balik itu semua, ada sesuatu yang tersembunyi - sebuah ketidakpastian yang selalu menggelayuti hubungan mereka.
Suatu hari, saat mereka berdua berada di kantor kedutaan untuk mengurus visa AS, Regan berbicara tentang hidupnya. 'Aku punya tiga pilihan hidup,' katanya, dengan tatapan yang serius, hampir seperti sebuah janji yang harus ditepati. 'Pertama, menjadi navigator handal di kapal pesiar internasional terbesar, dan menjadi orang Indonesia pertama yang mencapai posisi itu. Kedua, hidup di darat, menikah, punya keluarga kecil yang bahagia. Ketiga, hidup mengelana, tinggal di luar negeri selamanya.'
Hinata mendengarkan, terpesona sekaligus bingung. Regan, yang begitu idealis, selalu tampak seperti seorang pria yang memiliki semua jawaban tentang masa depannya. Namun, apakah Hinata benar-benar memahami apa arti pilihan-pilihan itu bagi Regan? Ataukah mungkin, tanpa ia sadari, Regan juga sedang berjuang mencari jawabannya sendiri?"
"Menjadi navigator handal di kapal pesiar internasional terbesar... Aku sudah hampir mencapainya, tapi aku tahu, itu akan mengorbankan banyak hal. Apakah aku siap kehilangan semuanya demi itu? Keluarga, teman, dan juga .... Hinata."
"Wes dhuwur, gedhe, gagah, resik, bagus ngono seh dadi dudo. Ancene Rita keblinger wong taiwan" Andin yang mendengarnya pun kaget mendengar perkataan ibu-ibu disampingnya tadi.
*Udah tinggi, besar, gagah, bersih, ganteng gitu masih jadi duda, dasarnya rita ngebet sama orang Taiwan
Pasalnya Andin kan baru saja pindah setahun, ia tahu bahwa Juragan yang sedang dibicarakan ibu-ibu ini seorang duda beranak satu. Tapi Andin tidak tahu sebab ia menjadi duda. Banyak gosip beredar, kalau laki-laki dengan panggilan Juragan itu menjadi duda karena sudah tidak bisa 'berdiri', karena 7 tahun menduda belum juga menikah lagi, padahal dari tampangnya menurut Andin ga jelek-jelek amat, masih bagus kalo buat diajak kondangan.
"Mosok ngono toh bu? Jarene bu endang malah wes raiso 'ngene'" sambung bu yayuk sambil menggerakan jarinya mempraktikan apa yang dimaksud nganu, dengan telunjuk yang mengacung.