Di tengah derasnya hujan yang membasahi pelataran candi tua, Rega menatap wajah Nala dengan campuran cinta dan keputusasaan. Petir membelah langit di belakang mereka, seolah menggambarkan perang batin yang sedang mereka hadapi.
"Kita tidak bisa melawan, Rega," suara Nala bergetar, tenggelam dalam gemuruh hujan. "Kita lahir dengan nama yang sama. Cinta kita adalah dosa di mata keluarga."
Rega menggenggam tangan Nala erat, meski dingin hujan membuat tubuh mereka menggigil. "Tapi siapa yang berhak menentukan apa yang benar atau salah? Aku tidak memilih dilahirkan dengan nama ini, sama seperti aku tidak memilih untuk jatuh cinta padamu."
Nala menggeleng pelan, air mata bercampur dengan tetesan hujan. "Jika kita terus bersama, kita sama saja membawa aib pada keluarga. Kau tahu hukuman bagi yang melanggar. Mereka akan memutuskan semua ikatan kita. Kita akan kehilangan segalanya."
"Kehilangan segalanya masih lebih baik daripada kehilanganmu," Raka membalas, suaranya parau, namun penuh keyakinan.
Namun, Nala hanya melepaskan genggamannya perlahan, membiarkan jarak memisahkan mereka. "Rega, cinta kita indah, tapi cinta kita tidak akan pernah cukup melawan adat yang sudah mengakar. Maaf..."
Rega berdiri membeku saat Nala berjalan pergi, sosoknya perlahan menghilang di balik tirai hujan. Hanya satu hal yang Rega tahu pasti-ia akan mengingat hari ini sebagai hari ketika cinta mereka dikalahkan oleh tradisi.
Gagal nikah di hari pernikahan saat melihat tunangannya berciuman dengan pria lain, Yovie memutuskan terjun bebas dari gedung lima tingkat.
Mengetahui fakta bahwa ia memasuki raga seorang protagonis yang akan berakhir mati mengenaskan, Yovie awalnya ingin menghindari alur novel. Tetapi, dewi Fortuna tidak mengizinkan dan terus membuatnya berurusan dengan para tokoh yang tidak dapat dihindarkan.
Bagaimana cara Yovie menghadapi alur yang semakin melenceng dan pemeran utama pria yang semakin terobsesi dengannya?
"Because i'm the protagonist."
•••
(16+)