Dua dunia, Satu tubuh

Malam itu, Kania Agnesia berdiri di depan cermin besar di sudut kamarnya. Wajahnya yang lembut tampak pucat, matanya menatap lurus ke bayangan dirinya. Namun, dia tahu, yang sedang dia tatap bukanlah dirinya-setidaknya bukan Kania yang semua orang kenal.

"Kenapa kau diam saja? Mereka sudah melukai kita. Kau ingin terus disakiti seperti ini?" suara itu terdengar lagi. Bukan suara asing, tapi juga bukan suara yang ingin Kania dengar.

"Aku... aku tidak mau masalah ini menjadi lebih buruk," jawab Kania dengan gemetar, meskipun ia tahu jawabannya tidak akan memuaskan.

Bayangan di cermin mulai tersenyum. Senyum sinis yang sama sekali bukan milik Kania.
"Masalahnya sudah cukup buruk, Kania. Kalau kau tidak bisa melindungi diri sendiri, aku yang akan melakukannya."

Kania memejamkan matanya erat-erat. Dadanya bergemuruh antara takut dan marah. Namun, saat ia membuka matanya kembali, bayangan di cermin bukan lagi dirinya. Mata yang penuh kelembutan itu telah digantikan oleh sorot tajam. Rahang yang sebelumnya gemetar kini tampak kukuh dan penuh tekad.

"Aku akan membuat mereka membayar," kata Nadra dingin, suaranya tegas tanpa keraguan.
Dan dalam sekejap, Kania menghilang, tenggelam dalam kegelapan yang ia ciptakan sendiri.

Di luar sana, di tengah malam yang sunyi, seorang gadis baru sedang memulai langkahnya-seseorang yang tidak mengenal rasa takut, tidak peduli pada bahaya. Namanya Nadra, dan dia tidak akan berhenti sampai semua ancaman dihilangkan.

Namun, di balik itu semua, Kania bertanya-tanya:
Sampai kapan aku akan terus kehilangan diriku sendiri?