"Kamu tahu, cinta itu kayak fisika kuantum," kata Aksa.
"Apa maksudmu?" Dina mengerutkan kening.
"Dalam fisika kuantum, ada konsep tentang ketidakpastian. Bahwa kita tidak pernah benar-benar tahu di mana partikel berada pada satu waktu tertentu. Kita hanya bisa memprediksi. Aku pikir hidup kita juga seperti itu. Kita mungkin punya rencana, tujuan, tapi selalu ada elemen ketidakpastian. Dan di sanalah, menurutku, letak keindahannya."
.
.
.
Dina adalah siswi SMA yang memiliki otak jenius dengan bakat luar biasa dalam bidang matematika, fisika, dan kimia. Baginya, angka dan rumus adalah dunia yang penuh kepastian, jauh dari kerumitan perasaan manusia. Baginya juga, matematika adalah harmoni, fisika adalah keindahan, dan kimia adalah jembatan antara logika dan keajaiban. Ia menghabiskan sebagian besar waktunya di laboratorium atau ruang belajar, bercita-cita masuk ke universitas terbaik impiannya dan menjadi ilmuwan.
Namun kehidupannya yang teratur mulai retak ketika ia bertemu dengan Aksa, seorang siswa baru yang juga jenius di bidang sains. Aksa memandang sains dengan cara yang berbeda: bukan sekadar kumpulan fakta, melainkan tarian harmonis antara logika dan rasa.
Dipertemukan dalam kompetisi sains, mereka bertarung dengan persamaan, eksperimen, dan perasaan yang kian sulit didefinisikan. Aksa mengubah setiap hukum fisika menjadi kisah, setiap reaksi kimia menjadi rahasia semesta yang memikat. Di sela hitungan integral dan gerak parabola, Dina menemukan sesuatu yang tak pernah ada dalam rencana hidupnya. Setiap percakapan, setiap eksperimen, seolah membentuk persamaan yang tak bisa dinafikan antara ilmu dan cinta keduanya saling melengkapi.
Tapi apa yang terjadi ketika ambisi dan perasaan berbenturan? Akankah Dina tetap berada dalam orbit impian yang telah lama ia rancang atau terjun ke dalam ketidakpastian yang bernama cinta. Antara karir dan impian atau mengikuti jalan yang mengajarkan bahwa tak semua hal bisa dihitung, kadang hati punya rumusnya sendiri.