ARANALA

"Kenapa yah?"

"Kamu masih nanya kenapa?" Suara Dimas masih terdengar pelan, namun Naura tau emosi ayahnya sebentar lagi akan meledak.

"Aku lagi yang salah yah? Padahal aku hari ini mau kasih tau kalau aku menang lomba."

"KAMU PASTI CURANGKAN? GA MUNGKIN KAKAK KAMU BISA KALAH SAMA KAMU!" Bentakan keluar begitu saja dari mulut Dimas.

"IYA YAH AKU SELALU CURANG! AKU SELALU CARI CARA BUAT AKU MENANG!"

Tega sekali ayahnya menuduh ia melakukan hal curang.

"KURANG AJAR KAMU! BERANI KAMU SAMA SAYA?"

"BERANI GIMANA SIH YAH? KENAPA KALIAN GA PERNAH PERCAYA SAMA YANG AKU BILANG? APA AKU SEBURUK ITU SAMPAI KALIAN GA PERNAH PERCAYA DAN PEDULI SAMA AKU. KENAPA DI SAAT AKU INGIN MEMBANGGAKAN KALIAN, KALIAN SELALU MENGANGGAP AKU MAU MERENDAHKAN PUTRI KESAYANGAN KALIAN? KENAPA HAHH???"

Saat itu juga Dimas menampar kuat pipi Naura. Naura langsung merasakan kebas di area pipinya. Perlahan air mata muncul kembali dari kelopak matanya.

Naura membanting pintu dan menguncinya, lalu melemparkan dirinya ke atas tempat tidur. Tak peduli dengan sang ayah yang sudah menyumpah serapahinya.

Sial! Air matanya terus-menerus keluar. Ia sudah muak, bahkan sangat-sangat muak sekarang.

Sekitar sepuluh menit ia menangisi takdirnya yang kejam ini. Hingga matanya mulai berat dan tertutup sempurna.

-

Naura mengerjapkan matanya, ia mendapati ruangan dengan cat putih yang mendominasi. Aroma obat-obatan langsung masuk ke indra penciumannya.

Tunggu! Dimana dia berada?

"Nala"

-

Demi apapun! Ia melihat wajah Aldean yang selama ini tertutupi kupluk hoodie.

Tampan! Sangat tampan!

Bukan tampan lagi, bahkan sangat sempurna!

Mata Aranala sempat berbinar melihatnya sebelum seringai di wajah pemuda itu terlihat. Aranala tersadar, tatapan pemuda itu seolah-olah memberikannya sinyal bahaya.

-

"Aku akan memberikanmu dua pilihan, be mine or make me yours? Jika kau menolak maka kau tetap menjadi milikku."

--

Yuk tungguin kelanjutan kisahnya!
Jangan lupa vote yaww!!
Babaii...