Story cover for Tujuh Bayangan Ditengah Malam [HIATUS] by pieeuciaa
Tujuh Bayangan Ditengah Malam [HIATUS]
  • WpView
    Reads 1,443
  • WpVote
    Votes 922
  • WpPart
    Parts 12
  • WpView
    Reads 1,443
  • WpVote
    Votes 922
  • WpPart
    Parts 12
Ongoing, First published Dec 10, 2024
Keenan dan Juan berhasil keluar dari rumah menyeramkan itu, tapi bayangan teman-teman mereka menghantui di depan pintu. Saat tiba di desa, warga malah bertanya, "Kalian siapa?" Ketakutan mereka belum berakhir.

penasaran sama kelanjutannya? buruan baca
dijamin seru

hanya imajinasi penulis
All Rights Reserved
Sign up to add Tujuh Bayangan Ditengah Malam [HIATUS] to your library and receive updates
or
#152liam
Content Guidelines
You may also like
KKN: Kutukan Kampung Neraka by moon_wen1
9 parts Ongoing
Ketika 13 mahasiswa dari Universitas Nusantara Jaya Yogyakarta dikirim untuk KKN di Desa Rembulan, mereka mengira ini hanya akan menjadi program biasa membangun jembatan, mengajar anak-anak desa, dan menikmati suasana pedesaan. Namun, sejak awal, ada yang terasa salah. ⚠️ Jalan menuju desa terasa lebih panjang dari seharusnya. ⚠️ Tidak ada sinyal. Bahkan jam tangan mereka seakan melambat di malam hari. ⚠️ Warga desa ramah... tapi seperti sedang menyembunyikan sesuatu. Pada malam pertama, mereka mulai mendengar suara-suara aneh gumaman yang tidak mereka mengerti, suara tangisan di luar rumah, dan langkah kaki yang berjalan di sekitar tempat tinggal mereka. Jendra yang dikenal paling santai tiba-tiba sering mengigau. Tama, si paling kalem, mulai memperingatkan mereka untuk tidak keluar rumah setelah matahari terbenam Semakin mereka mencari jawaban, semakin banyak rahasia yang terungkap... termasuk fakta bahwa mereka bukan kelompok KKN pertama yang datang ke sini. Lalu, Sagara, sang ketua kelompok, menemukan sesuatu yang membuatnya merinding. Tidak ada catatan kelompok KKN sebelumnya yang pernah pulang dari sini. Mereka berpikir ini hanya mitos, sampai suatu malam Dipa melihat sesuatu yang tidak seharusnya ada bayangan hitam berjongkok di sudut rumah, matanya merah, tersenyum lebar, dan berbisik "Kalian sudah terlalu jauh masuk... dan tidak ada jalan keluar." Kengerian terus meningkat saat mereka sadar desa ini tidak pernah benar-benar ada di peta. Penduduknya... mungkin juga bukan manusia. Dan mereka mungkin sudah berada di tempat yang tidak akan pernah membiarkan mereka pulang. Siapa yang mengawasi mereka di malam hari? Dan kenapa ada kamar di rumah mereka yang dilarang dibuka? Namun, satu pertanyaan yang paling penting adalah bisakah mereka semua pulang dengan selamat?
You may also like
Slide 1 of 10
Katanya Jadi Anak Terakhir Enak - WOONHAK [Terinspirasi dari kisah nyata] cover
Suami Petani cover
Bayangan di Malam Kelam(xodiac)  cover
Jungjae/Woomin cover
Let Me In (Jungwon x Jay) cover
SERANA | Lee Haechan cover
KKN: Kutukan Kampung Neraka cover
Seven Brothers  cover
KARAFERNELIA  cover
Rajendra.  cover

Katanya Jadi Anak Terakhir Enak - WOONHAK [Terinspirasi dari kisah nyata]

14 parts Ongoing

Sejak hari itu, ayah tak pernah lagi menginjakkan kaki ke rumah. Tapi bayangannya masih menempel di tiap sudut di kursi kayu ruang makan, di seragam kerja yang masih tergantung di lemari, bahkan di kepala Wilano yang mulai sulit membedakan antara rindu dan benci. Dan suatu sore, saat langit menggantung kelabu dan gerimis turun perlahan, ledakan itu terjadi. "Gue bakal ke rumah Ayah bentar, mau ngobrol langsung," kata Rian pelan, mengambil jaketnya di gantungan. Suaranya hati-hati, tapi cukup untuk membakar emosi Seno yang sejak pagi sudah seperti bom waktu. "Ngapain lo ke sana?! LO PILIH DIA?!" Semua yang ada di ruang tengah menoleh. Suara Seno menggelegar, membuat udara di rumah seperti bergetar. Rian menoleh cepat, matanya melebar tak percaya. "Gue cuma mau bicara, Sen. Dia tetap ayah gue juga. Lo gak bisa larang gue ketemu orang yang selama ini ngerawat gue!" sahut Rian, nadanya naik. "Dia bukan ayah lo. Dia pengkhianat. Dan siapa pun yang masih mau bela dia... gak layak tinggal di sini." Suasana berubah tegang. Jaya berdiri setengah badan, siap menengahi kalau sewaktu-waktu keadaan makin memanas. Theo mengerutkan alis, tapi tetap tak banyak bicara. Wilano menatap semuanya dengan mata membesar. Dia tak mengerti, mengapa semuanya harus sejauh ini. Leon, yang sedari tadi diam, berdiri perlahan. "Kalau lo pikir begitu... gue ikut Bang Rian."