"Cukup mengagumi dari jauh aja, sampai perasaan ini hilang dengan sendirinya," ujar Phiara. Tanpa sadar, pupil mata gadis itu membesar-ah, ia terlalu fokus pada manusia yang nyatanya sibuk sendiri dengan aktivitasnya, ada sosok yang tak pernah menoleh, seseorang yang diam-diam telah menjadi pusat semestanya. Laki-laki itu mana sadar kalau sedari tadi ada sepasang mata lain yang mengamati.
Baginya, melihat lelaki itu tersenyum, meski bukan untuknya, sudah cukup membuat dunia terasa lebih hangat.
"Terus gimana kalau dia jadi milik orang lain?"
Phiara diam, lidahnya dibuat kelu-bingung harus menyangkal apalagi. "Baguslah kalau gitu, aku ikut bahagia kalau dia bahagia. Tapi sambil nangis, dikit ..." Kalimat itu ia lontarkan dengan senyum tipis yang penuh kepedihan, seolah menenangkan dirinya sendiri. Tapi dalam hatinya, ada doa yang tak pernah ia ucapkan.
"Kalau suatu saat nanti kamu dimiliki seseorang, semoga saja pemiliknya adalah aku ..." gumamnya dalam hati. Ia tahu, harapan itu terlalu tinggi, seperti menggenggam angin-tak terlihat, tak tersentuh, tapi terasa begitu nyata.
Sekasihan itu ternyata menjadi seorang pengagum.
***
"Menerapkan cara mencintai paling indah adalah dijadikan abadi, karena sejatinya; manusia akan pergi, hilang, lalu lenyap dari bumi maupun ingatan."
--Phiara Athaya Juniarza--