Sheila on 7, padatnya kota Jogja, dan ucapan selamat tidur yang dikirimkan dari jauh.
Setiap orang memiliki lukanya masing-masing dan kelak akan bertemu dengan penawarnya. Dalam bentuk obat, dalam bentuk pelukan, dalam bentuk sepasang mata yang cantik-dan bahkan dalam bentuk paling sederhana, presensi. Bagi gue, dia orang pertama yang mengerti, yang mengatakan apa yang tak larut dalam pikiran, karena lidah maupun isi kepala gue terlalu kelu untuk tahu apa yang gue rasakan.
Halte Bus, walkman tua, dan bangsal tulip Rumah Sakit Sardjito
Setiap menatap bayangannya, gue melihat lautan tenang, dengan rumah-rumah ikan, pantulan langit yang berkilat dipayungi rembulan, dan rasi bintang yang menunjuk arah pulang. Sedangkan gue adalah pantai yang penuh batu terjal, menghancurkan kapal yang tertambat, menunggu diselimuti pasang, dan meninggalkan udara dengan campuran alga dan garam.
Pantaskah gue mengharapkannya?
Apartemen, bubur tanpa ayam, dan orang favorit nomor satu.
Dan tanpa gue sadari, gue juga menemukan pulang. Tempat gue bisa menjadi diri gue sendiri, di dalam tubuh yang selama ini nggak gue suka. Pada rupa lain yang nggak pernah perlihatkan pada siapapun.
" Lo ngga lagi berubah ke alter ego Lo yang lain kan ?" Tanya Icha memastikan karena jawaban dari raksa tidak sesuai dengan apa yang ia inginkan.
Yang ditanya malah senyum senyum sendiri.
"Kumat kan Lo malah kerasukan sekarang, senyum" ngga jelas lagi"
"Takut ya lo kalo gue kerasukan bneran?"
"Ish seriusan raksa gue nanya beneran"
" Lo mau gue jawab seserius apa Cha karena itu emng jawaban gue"
"Terus apa hubungannya posisi sama penyakit?"
"Ada, klo gue ngasih tau ke bokap tentang penyakit gue ini sama aja kaya gue yang ngambil peran tokoh utama dari Abang gue sendiri"
" Abang? Bang reja maksud lo?"
"Apaan si sa jawaban Lo ambigu bgt bang reja ga mungkin kali sejahat itu sama Lo nganggep lo rebut kasih sayang bokap Lo"
"Iya gue tau bang reja ngga cuman ngga sejahat itu tapi dia juga sayang bgt sama gue, kalo Lo jadi gue emng Lo tega biarin diri Lo sendiri rebut tokoh utama yang seharusnya bukan milik Lo?"
" Tokoh utama apaan lagi si sa, kita ini di dunia nyata jadi ya tokoh utama nya ya cuman diri Lo sendiri, gue saranin mending Lo buruan bilang ke bokap Lo tentang penyakit lo itu"
Raksa tertegun mendengar perkataan Icha itu
" Lo malu yah punya calon pacar penyakitan mental kaya gue?"
"Apaan si emng gue mau jadi pacar lo "
Jawab Icha sepelan mungkin.
" Kalo mungkin Lo nantinya jadi pacar gue sa, gue ga bakalan malu punya pacar seorang raksa yang menurut Lo, Lo adalah manusia penyakit mental karena itu ngga jadi masalah buat gue tapi masalahnya apa iya gue pantes, bersanding sama Lo yang terlalu sempurna buat gue, dan lagipula gue masih ada rasa buat Abang lo sa"batin Icha
Tanpa mereka sadari setelah percakapan mereka berhenti disana mereka saling bergumam dalam hati, sambil menikmati sejuknya terpaan angin sore di tepi ladang sawah.