Kau harus tahu, ada mawar berwarna hitam pekat-tidak hangus, tidak layu, tetap segar dalam kegelapan. Namun, ia tumbuh dari akar dosa dan penghianatan. Setiap durinya adalah pedang, setiap helai kelopaknya membawa aroma kematian.
Dan aku-aku adalah korban bodohnya. Aku menggenggam tangkainya dengan angkuh, mengabaikan tajamnya duri yang merobek kulitku hingga dagingku terkelupas. Aku pikir luka-luka itu bisa sembuh, bahwa aku cukup kuat untuk menahan rasa sakit. Tapi aku salah besar. Duri itu tidak hanya melukai; ia mengalirkan racun pelan-pelan ke nadiku, membakar jiwaku dari dalam.
Aku melihat tubuhku hancur, tidak seketika, tetapi perlahan, seperti bangunan megah yang runtuh satu demi satu hingga hanya tersisa puing-puing. Sakitnya begitu dalam, begitu nyata, hingga rasanya aku ingin mencabik-cabik diriku sendiri, hanya untuk menghentikan penderitaan ini.
Dan ketika aku menatap mawar itu terakhir kalinya, aku sadar: ia tidak pernah peduli. Mawar hitam itu, dengan indahnya, tetap segar, tetap hidup, sementara aku binasa dalam sisa-sisa racunnya. Akulah kebodohan yang percaya, akulah yang mati perlahan.
Bagaimana seekor cinta bisa berubah menjadi kehancuran? ini sangat aneh, memang benar, binatang.
Bersiaplah. Aku katakan dengan lantang dan jujur, kau tidak akan kembali setelah membaca ini.