Aku telah melakukan banyak perjalanan dari satu cerita ke cerita lainnya sebagai antagonis. Misiku hanya satu, memastikan tokoh utama perempuan menderita sesuai dengan naskah asli. Satu, kucing putih yang bisa bicara sekaligus penanggung jawab isekai milikku, memberiku banyak bantuan. Mulai dari dunia vampir, petarung sinting, sampai novel picisan. Segalanya kuselesaikan dengan tuntas, sesuai perjanjian dengan Satu.
Seharusnya bila tugas terakhirku, misi nomor seratus, selesai maka aku akan dijanjikan boleh hidup sebagai orang berkecukupan, superberuntung, dan jauh dari kesialan apa pun. Seharusnya! SEHARUSNYA!
"Mohon maaf, kuota bagi penerima paket untung sudah habis," Satu menginformasikan.
Tentu saja aku marah. Rasanya seperti kena scam mentah-mentah. Seratus misi. Bermacam kegiatan sinting. Dedikasi yang tidak terbayarkan. Aku menuntut ganti rugi, tapi Satu berkata bahwa kepala isekai tidak menerima keluhan.
"Ya sudah, hidup di sini saja."
Gampang sekali Satu bicara. Hidup di sini. Di cerita keseratus. Di sebuah novel picisan CEO sinting. Aku bahkan berani taruhan bahwa penulis tidak melakukan riset sama sekali. Oh itu belum termasuk fakta bahwa aku, si pelaku kejahatan dalam cerita, akan mati di tangan tokoh utama pria karena telah merugikan kekasih impiannya.
Aku, bukan orang lain. Bukan Satu si kucing gembul biang kerok. Aku!
"Buhuuuu apa kamu nggak bisa mempertimbangkan diriku sebagai asisten rumah tangga?"
Apa yang bisa kulakukan? Iya, tepat sekali. Hadapi racun dengan racun. Alias, kubuang harga diri dan lari mencari belas kasih dari Bos Antagonis, Mr. Villain, Big Boss.
Inilah yang terbaik, 'kan?
Benar, 'kan?
Kupikir aku hanyalah anak pengusaha menyedihkan. Jenis gadis yang akan berakhir dalam perjodohan yang bahkan tidak ia inginkan. Tunanganku, lelaki itu, merupakan anak dari cinta pertama ayahku. Beliau bahkan tidak peduli bahwa aku, putrinya, merasa muak dengan pilihan yang jatuh ke tanganku.
Setelah kesadaran kehidupan lalu muncul di kepala, aku pun mulai berdamai dengan keadaan. Aku tidak peduli bila ayahku tidak mencintai ibuku. Aku muak berusaha menjadi sesuatu yang bukan bagian dari jati diriku. Memangnya mengapa bila tunanganku orang terkeren? Hei, memangnya ada cewek yakin kisah cintanya akan mulus seperti film?
"Batalkan pertunangan," desisku kepada tunangan yang disayangi ayahku.
Putus? Hahahaha tunanganku mulai menunjukkan sifat aslinya. Dia bukan cowok manis seperti yang ayahku pikir! Dia jauh lebih menyebalkan daripada siapa pun yang pernah kukenal!
Sial! Putus! Aku mau putus saja!