"Hormat ke tiang bendera sampe bel istirahat" ucap Gabriel
Sayana, dengan dagu terangkat dan mata menantang, tidak gentar sedikit pun menghadapi tatapan tajam Gabriel. "Kenapa aku harus hormat? Memangnya aku salah apa?" balasnya dengan nada yang sama tingginya.
Mendengar jawaban Sayana, emosi Gabriel semakin terpancing. "Lo telat masuk sekolah, itu salah! Dan lo berani melawan peraturan, itu juga salah! Jangan coba-coba cari masalah di sekolah ini," bentaknya sambil menunjuk wajah Sayana dengan jari telunjuknya.
Sayana tidak terima diperlakukan seperti itu. "Heh, siapa lo ngatur-ngatur gue? Lo bukan siapa-siapa gue! Lagian, telat juga cuma semenit, lebay deh lo!" balasnya dengan nada mengejek.
Gabriel semakin geram mendengar perkataan Sayana. "Lo benar-benar cari masalah sama gue! Jangan menyesal kalau lo dapat hukuman berat nanti," ucapnya dengan suara yang bergetar menahan amarah.
"Lo pikir gue peduli lo anak baru atau anak siapa kek? Peraturan tetap peraturan, dan semua siswa harus taat!" Gabriel membalas dengan suara yang tak kalah tinggi. Matanya menatap Sayana tajam, seolah ingin menantang keberaniannya.
"Taat sama peraturan yang nggak masuk akal? Sorry, ya. Gue nggak sebodoh itu!" Sayana menjawab dengan nada sinis. Dia tidak mau tunduk begitu saja pada perintah Gabriel yang dianggapnya berlebihan.
"Jaga bicara lo! Gue ketua OSIS di sini, dan lo harus hormat sama gue!" Gabriel semakin emosi. Dia tidak menyangka ada siswa yang berani melawannya seperti ini.
"Hormat? Yang pantas dihormati itu orang yang punya otak, bukan cuma jabatan!" Sayana membalas dengan kata-kata yang pedas. Dia tidak takut menghadapi Gabriel, meskipun dia tahu konsekuensinya.
Kisah mereka baru saja dimulai. Pertemuan yang diwarnai dengan ketegangan dan emosi ini menjadi awal dari sebuah cerita yang menarik untuk diikuti. Akankah ada benih-benih cinta yang tumbuh di antara keduanya? Atau justru permusuhan yang akan terus berlanjut?
Hanya Aira Aletta yang mampu menghadapi keras kepala, keegoisan dan kegalakkan Mahesa Cassius Mogens.
"Enak banget kayanya sampai gak mau bagi ke gue, rotinya yang enak banget atau emang gara - gara dari orang special?" Mahes bertanya sambil menatap tepat pada mata Aira.
"Eh.. Tuan mau?" Aira mengerjapkan matanya.
"Mau, gue mau semuanya!" Mahes merebut bungkusan roti yang masih berisi banyak, kemudian langsung membawanya pergi. Aira reflek mengejar Mahes.
"Tuan kok dibawa semua? Aira kan baru makan sedikit," Aira menatap Mahes dengan raut memelas.
"Mulai perhitungan ya lo sekarang sama gue."
"Enggak kok, tapi kan rotinya enak, Aira masih mau lagi," Aira berkata dengan takut-takut.
"Ga boleh!" Mahes langsung melangkahkan kakinya ke arah tangga menuju kamarnya. Aira langsung cemberut menatap punggung Mahes yang mulai jauh.
Cerita dengan konflik ringan