Leonel Maximilian Pradipta adalah seorang pemuda yang tampak sempurna di luar, sebagai ketua OSIS dan ketua geng motor Sable Wolves. Dengan sikap dingin yang selalu dia tunjukkan, Leonel lebih sering menjauhkan diri dari orang lain, menganggap dunia di sekitarnya hanya sekadar latar belakang untuk kehidupannya yang penuh misteri. Sejak ibunya meninggal dua bulan lalu, Leonel merasa kehilangan yang mendalam, ditambah dengan sikap ayahnya, Adi Pradipta, yang sering membawa wanita berbeda ke rumah. Hal ini semakin memperburuk hubungan mereka, dan Leonel merasa terasing di rumah sendiri.
Di sekolah, Leonel dikenal karismatik dan tegas, tapi hanya sedikit orang yang tahu sisi rapuhnya. Satu-satunya orang yang selalu bisa membuatnya merasa sedikit lebih hidup adalah Lavanya, sahabatnya yang cerah dan penuh semangat. Meskipun Leonel menyimpan perasaan pada Lavanya, dia tak pernah mengungkapkannya, lebih memilih menjaga jarak agar hubungan mereka tetap sebagai sahabat. Namun, di dalam hati Leonel, perasaan itu terus berkembang, meski dia takut jika mengungkapkan perasaannya akan merusak kedekatan mereka.
Leonel terperangkap dalam kehidupan yang penuh rahasia-hubungannya dengan ayahnya yang semakin buruk, perasaan yang tak terungkapkan untuk Lavanya, serta misteri yang tersembunyi di sekolah. Di luar sikap dinginnya, Leonel sebenarnya adalah seorang pemuda yang mencari jawaban atas kehidupan yang rumit ini. Meski penuh luka dan kesedihan, Leonel tahu bahwa dia harus menghadapi dan menyelesaikan semua konflik yang ada, baik itu dengan keluarganya, sahabatnya, maupun dirinya sendiri.
Terimakasih sudah membaca cerita Sinta. Tetep dukung karya ku sampai tamat ya🤗
•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•
"Psikopat"
"Pria itu seorang psikopat"
Zia terkejut mendengar teriakan anak kecil. Apa maksudnya psikopat, siapa yang psikopat?
"Jangan mendekat, ruangan itu milik psikopat"
"Pergi...!"
Dia menyuruh Zia pergi dari ruangan ini?
Orang yang berada didalam kamar berbahaya atau tidak?
"Ada psikopat!"
"Pembunuh, pria itu pembunuh"
"Psikopat pembunuh...."
"Ibuku dibunuh dia..."
"Psikopat pembunuh ibuku!!!"
Seorang anak kecil berteriak-teriak menyuruh Zia pergi dari hadapan kamar yang terkunci. Zia yang melihatnya hanya bisa tersenyum sambil menganggukkan kepala.
"Adinda Pricilla, ayo pergi dari sini."
"Suster Dewi," cicit Zia.
Anak kecil itu pergi sambil terus menggelengkan kepalanya. Peringatan yang anak kecil itu berikan bermaksud menjauhkan Zia dari masalah. Akan tetapi Zia justru menganggap Pricilla bicara omong kosong. Karena dia hanyalah anak kecil yang terganggu kejiwaannya.
Apakah zia tetap masuk kedalam kamar pasien yang ada di hadapannya. Atau justru mengerti peringatan dari Pricilla.