Di rumah itu, suara tawa selalu terdengar. Lelucon berhamburan di udara, bercampur dengan ejekan ringan dan obrolan tak berujung. Pintu tidak pernah tertutup rapat, jendela selalu terbuka, seolah-olah kebisingan adalah cara mereka bernapas. Tujuh saudara laki-laki, tumbuh bersama dalam rumah yang penuh dengan kegaduhan, seakan-akan dunia tidak pernah mengambil sesuatu dari mereka.
Namun, di balik setiap canda, ada luka yang disembunyikan.
Malam-malam sunyi yang tak pernah mereka ceritakan. Tangis yang ditahan di balik pintu kamar, di balik selimut, di balik suara musik yang diputar terlalu keras. Kenangan yang terus membayangi, seperti bayangan yang tak mau pergi, mengingatkan bahwa tujuh tahun lalu, dunia mereka hancur dalam sekejap.
Mereka hidup dalam kebisingan yang mereka ciptakan sendiri. Seolah-olah, selama mereka terus tertawa, mereka bisa meyakinkan diri bahwa mereka baik-baik saja.
Tapi sampai kapan?
Sampai kapan mereka bisa terus berpura-pura bahwa rumah ini adalah tempat yang hangat, bukan tempat yang penuh dengan bayangan masa lalu? Sampai kapan mereka bisa menutup mata terhadap retakan-retakan kecil yang semakin melebar?
Karena cepat atau lambat, kebisingan itu akan mereda. Dan saat keheningan tiba, mereka tak akan punya pilihan selain menghadapi apa yang selama ini mereka hindari.
Davian harus rela masa depan yang dia impikan hilang demi menyelamatkan nyawa ibu tirinya. Tapi sayang, ibu tirinya malah menganggapnya sampah.
Walau begitu, Davian tidak pernah membenci ibu tirinya. Karena ibu tirinya lah yang sudah melahirkan Ravian.
Dimana Ravian, merupakan sosok kakak yang benar-benar Davian impikan selama ini.
"Gue selalu percaya sama rencana Tuhan. Tapi gue benci sama rencana Tuhan yang satu ini."
Start: 23.04.25
End: (?)