
Seraphina tak pernah menyangka hidupnya akan berakhir sebagai selir seorang pangeran dari kerajaan yang telah menghancurkan harga diri negerinya. Dulu, ia adalah seorang putri yang dihormati, tetapi kini ia dipaksa menundukkan kepala di hadapan pria angkuh yang selalu menatapnya dengan sorot mata tajam, seolah ingin mencabiknya. Dalam keheningan istana Draventhia, kebencian di antara mereka terasa begitu nyata, memenuhi setiap sudut ruangan. Namun, waktu dan kebersamaan perlahan mengubah segalanya. Apa yang dulu dipenuhi permusuhan, kini mulai menghangat dengan perasaan yang tak pernah mereka duga. Kaelion, sang pangeran pewaris takhta, mulai menyadari bahwa mungkin dirinya mengingikan Seraphina lebih dari sekadar wanita yang diberikan padanya sebagai selir ataupun upeti perdamaian perang. Ia ingin lebih dari itu, ia ingin Seraphina berdiri di sisinya sebagai ratunya kelak. Namun, perjuangan Kaelion tak semudah yang ia bayangkan. Raja Aldric, ayahnya, menolak keras gagasan itu. Bagi sang raja, Seraphina hanyalah simbol penghinaan bagi Varethia, bukan seseorang yang layak menjadi calon ratu Draventhia. "Pangeran..." "Jika suatu hari kau melihatku kembali tertawa, itu bukan berarti semua permasalahanku telah selesai," ujar Seraphina lirih. Ia menarik napas, lalu melanjutkan dengan suara pelan namun penuh makna. "Aku hanya sadar bahwa di dunia ini, tak ada yang abadi. Termasuk persoalan kita." Senyum tipis mengakhiri kata-katanya, tetapi di hati Kaelion, tekad baru telah tumbuh. Malam itu, ia sadar bahwa memperjuangkan Seraphina bukan hanya tentang cinta, melainkan juga tentang menantang takdir yang telah ditetapkan untuk mereka.All Rights Reserved
1 part