Hujan turun deras, membasahi aspal di depan mansion itu. Evelyn berlari secepat yang dia bisa, napasnya memburu, kaki telanjangnya terasa sakit saat menginjak kerikil di jalan. Dia harus pergi. Harus keluar dari tempat itu. Namun, baru beberapa langkah di luar gerbang, tangan kuat menariknya ke belakang. "Evelyn," suara itu rendah, berat. "Aku benci kau, Kael!" teriak Evelyn, mencoba meronta. Kael tetap diam, tak berniat melepaskannya. Hujan semakin deras, membasahi tubuh mereka. "Kau tidak dengar aku membencimu?!" suaranya bergetar, entah karena marah atau putus asa. Kael menghela napas, sedikit menunduk untuk menatap wajah gadis itu. Evelyn selalu keras kepala soal membencinya. "Aku tahu," jawab Kael, tenang. "Lalu kenapa kau tidak melepaskanku?!" teriak Evelyn lagi. Kael menatapnya dalam-dalam, hujan menetes dari rambutnya yang basah. "Kau tahu aku tidak bisa melakukan itu, Evelyn." Tangis Evelyn pecah. Ia mencoba menahannya, tapi dadanya terlalu sesak. Kael memeluknya erat, seolah ingin meredam semua gejolak yang ia rasakan. "Kau kedinginan?" tanyanya pelan. Evelyn tidak menjawab, tapi tubuhnya meringkuk dalam pelukan Kael, mencari sedikit kehangatan di tengah dinginnya hujan. "Ayo kita masuk," bisik Kael, sebelum dengan lembut menuntunnya kembali ke dalam mansion. _________________________________ ❗ Murni karya saya dan berasal dari imajinasi diri sendiri. ❗ Alur, tempat, dan kejadian hanya fiktif. ❗ Dilarang keras mengcopy atau plagiat karya ini.All Rights Reserved
1 part