"Duda dan janda, kenapa tidak?" tanya Tika menghentikan tangan Shinta yang mengocok telor, "lagian kalian sama-sama sendiri. Tak ada masalah, 'kan?"
"Tapi ..."
"Lagian, kamu tidak merebut pasangan orang lain, kok," Tika menepuk pundak sang kawan, "terima saja. Kalian pasangan yang cocok."
"Gak segampang itu!"
"Anggi Marito, kali," Tika menyahut sembari tertawa pelan, "kamu berhak bahagia."
Shinta membuang napas dalam. Menatap Tika yang mengangguk kepala. "Tak ada salahnya dicoba."
Wanita yang memakai apron itu, tak bisa berbicara lagi. Hanya pikiran terasa berisik. Antara menerima pinangan seorang duda. Atau tetap memilih sendiri. Seperti janjinya yang tak ingin lagi berurusan dengan kaum laki-laki.
Tapi, kedua anaknya sangat setuju ia menikah dengan Riga. Haruskah Shinta melepaskan gelar janda yang telah tersemat selama delapan tahun ini.
Temukan jawabannya dalam cerita, Duda dan Janda, Why Not?
Desakan menikah mulai membuat Raka jengah. Memang, sebentar lagi usianya akan mencapai kepala empat, tapi sampai saat ini ia masih tak punya seorang wanita di sisinya. Bahkan, adik bungsunya sudah menikah.
Raka bukannya tidak mau menikah. Hanya saja, ia selalu disibukkan dengan pekerjaan. Sejak kematian orang tuanya, ia yang harus bertanggung jawab menjaga ketiga adiknya. Baginya, tak ada yang lebih penting dari adik-adiknya, dan perusahaan keluarganya.
Ketika salah satu sahabat ayahnya menawari Raka menikah dengan putrinya, Raka langsung setuju. Terlebih, wanita yang akan dinikahinya tak tertarik dengan perusahaan. Namun, Raka tak tahu jika wanita yang menjadi istrinya itu menyembunyikan kenyataan bahwa ia ... bermasalah.
Raka memilih wanita yang salah. Namun, bisakah ia melawan jika takdir yang dihadapinya? Pun ketika takdir menuliskan kata cinta, bisakah ia mengelak darinya?