Di zaman ini, cewek cantik hidup di level easy mode. Kalau lo cakep, lo dipuja. Kalau lo standar, lo invisible. Kalau lo jelek? Lo siap-siap aja jadi di blacklist dari sosial [orang-orang bodoh].
Dericka tahu betul gimana rasanya jadi yang terakhir. Wajah gradakan, berminyak, bibir pucat, dan nol pengalaman menggunakan skincare. Di sekolah, dia bukan sekadar "tidak cantik"-dia dianggap menjijikkan. Cowok-cowok memandangnya dengan jijik, cewek-cewek merasa superior, dan bahkan guru pun tidak peduli kalau dia dibully.
Sampai akhirnya, dia menyerah.
"Mah, aku gak mau sekolah lagi."
Alih-alih dikasih solusi yang normal, ibunya malah ngajak nge-gym. Dan entah gimana caranya, satu tahun kemudian...
Dericka yang dulu feminin, lemah, dan insecure...
Berubah jadi Ron.
Tinggi 182 cm. Berat 124 kg. Semua otot.
Rahang tegas, suara lebih berat, dan... lebih ganteng dari 90% cowok di sekolahnya.
Sekarang, dia gak peduli lagi soal kecantikan. Dia main futsal, latihan tinju, dan kalau ada yang berani ganggu Mia-cewek kutu buku di kelasnya-dia langsung turun tangan.
Ironisnya? Mia malah ngecrush.
Tapi standar kecantikan di Indonesia gak segampang itu untuk dikalahkan. Bahkan setelah jadi monster dengan fisik overpower, Ron tetap dianggap "aneh."
Jadi, siapa yang salah?
Ron yang gak sesuai standar? Atau standar yang udah terlalu absurd?
Genre:
Komedi
Slice of Life
Satire Sosial
Coming of Age
"Dulu dibilang jelek, sekarang dibilang aneh. gimana sih, manusia..!"
Gue nggak pernah nyangka hidup gue bisa berubah drastis cuma dalam tiga hari. Dulu gue Aria yang gemuk, pemalu, dan lebih sering ngumpet di balik punggung Alice atau Tessa kalau ada cowok ganteng lewat. Tapi sekarang? Semua mata ngelirik ke arah gue setiap gue jalan di koridor sekolah. Padahal gue nggak pernah minta buat jadi pusat perhatian. Gue cuma... kehilangan berat badan karena sedih nonton film BL favorit gue. Kedengarannya konyol, ya? Tapi kenyataannya, tangisan dua hari lebih itu ngubah seluruh penampilan gue. Dan parahnya, sekarang mama sama abang gue aja sempat nggak ngenalin gue.
Yang lebih aneh lagi, cowok-cowok yang dulu cuek sekarang mulai mendekat. Chris, cowok basket yang dulu ngelempar bola ke kepala gue, sekarang malah ngajak kenalan. Melker, yang biasanya dingin kayak kulkas dua pintu, tiba-tiba jadi perhatian dan mau ngobrol. Dan Adrian... dia kayak punya radar khusus buat bikin gue salah tingkah setiap detik. Bahkan candaannya yang ngeselin aja bisa bikin jantung gue deg-degan. Gue bingung harus senang atau takut. Karena gue masih Aria yang sama di dalam, cuma dunia di luar yang kelihatannya mulai berubah.